✓4. Jantung aman?

431 75 63
                                    

"Dia cuman gombal, nggak beneran.
Jadi jangan masukin hati, nanti sakit hati nanggung sendiri kan nggak enak."
|Ainna|

"HUWAAAAA SAKIT..." Teriak Ainna.

"Hiks napa slalu sakit gini sih." rintih Ainna meringkuh ditengah-tengah sofa.

Sekarang dia bingung harus meminta pertolongan kepada siapa, Ayah sama Bunda baru pergi keluar kota, dan sekarang dia benar-benar sendiri.

Mau minta tolong sama Adhan?.

Gengsi nya besar banget, kemarin aja ngusir Adhan keluar dari rumahnya, dan percaya diri jika bisa menjaga dirinya tanpa bantuan Adhan.

"HUWAAA BUNDAAA SAKITTTT BANGETTT"

"Yang mana yang sakit?"

"PERUT GUE HUWAAA"

"Nih kata bunda bisa redain sakit saat halangan." Ucap Adhan sambil menyodorkan benda berbentuk seperti bantal.

"Makasii" jawab Ainna.

Bentar.

Kok.

Sejak kapan gue ada temen?

Hantu kah?

Ehh nggak nggak .

Trus siapa astagfirullah.

Atau gue baru halu?.

"Pusing juga?" tanya Adhan sambil menyentuh kepala Ainna layanknya sedang mengukur suhu tubuh jika sedang demam.

"Alainna Hana Angelica?" tanya Adhan sekali lagi.

"Ha?"

"Pusing juga?" tanya Adhan.

"Enggak, eeeeeh bentar"

"Sejak kapan lu bisa masuk ke rumah gue?, bukannya tadi pintu depan dah gue kunci."

"Nih" jawab Adhan sambil memperlihatkan kunci yang ada ditangannya.

Sudah Ia duga jika bundanya pasti yang memberikan kunci cadangan itu ke Adhan, dipikirannya "Semudah itukah bunda percaya kepada orang lain?, yang notabenya selalu buat anaknya darah tinggi." eh ralat bukan orang lain sebenarnya tapi ya gitu Ainna males ngakuin kalau Adhan bukan orang lain.

"Ya udah gih sono pergi" usir Ainna sambil berusaha mendorong Adhan yang masih berdiri ditepi sofa.

"Nanti teriak-teriak lagi gegara sakit," sindir Adhan.

"Enggak bakal, gih sono pergi."

"Tiduran dikasur saja Sono, gue mau numpang masak bentar, gas dirumah gue habis," ucap Adhan.

Ok sekarang sepertinya yang menguasai rumah adalah Adhan.

"Pergi balik kerumah lu sono," usir Ainna masih dengan berusaha mendorong Adhan pergi dari rumahnya.

"Lu diem anteng aja, nanti cantiknya berkurang berabe."

"Diih paan, nggak bakal ilang juga," sewot Ainna, dan segera berbalik menghadap sandaran sofa.

Bundaaa kan udah Ainna bilang jan ijinin Adhan buat kerumah sini lagi, jantung Ainna nggak kuat bund!!!

Sekarang Ainna sudah Ketar-ketir sendiri didalam pikirannya. Nggak kuat dia kalau satu minggu hanya bersama Adhan.

"Ainna."

"Alainna."

"Alainna Hana."

"Alainna Hana Angelica."

Oh shit!

Dia manggil nama gue aja bikin marathon nie jantung.

Sekarang kayaknya Ainna lebih memilih untuk berkomentar dalam hatinya.

"DIEM!"

"PERGI SONO KALAU MO KE DAPUR!" usir Ainna.

"Kalau butuh apa-apa bilang," ucap Adhan dan segera pergi ke dapur untuk memasak.

"Heum."


*****

"Ainna.." panggil Adhan dari ruang tengah.

"Na.. Cepet turun sini, gue bawa minuman kesukaan lu!" Suruh Adhan dari lantai bawah.

"Bawa paan emang?" tanya Ainna sambil memeluk novel yang sedang ia baca tadi.

"Niiih enak kan," ucap Adhan sambil memamerkan makanan yang ia beli tadi di IndoAgust.

Ada berbagai makanan dan minuman yang ada ditas kresek yang Adhan bawa, yang mencuri perhatian Ainna yaitu es cream avocado dan jus avocado.

"Gue milih itu nggak mau tau." Tunjuk Ainna.

"Boleh tapi ada syaratnya."

"Diiih pake syarat segala, lu aja tadi dah nguasain rumah nie setengah hari," sungut Ainna.

"Mau atau enggak?" Tanya Adhan sambil memperlihatkan minuman yang sudah diincar oleh Ainna tadi.

"Syaratnya paan dulu?"

"Beneran mo ngelakuin syaratnya?"

"Gue tanya SYARATNYA APAAN DULU?" ucap Ainna lebih tegas,dia nggak mau kena jebakan Adhan yang pasti itu membuat darah tinggi.

"Ndak jadi lah," jawab Adhan.

"Ok Ainna, jangan mengumpat, sabar," ucap Ainna sambil mengatur nafasnya.

"Yang penting dapet Jus Avocado." Monolog Ainna.

Ainna segera mengambil jus Avocado dan es cream Avocado, berlari meninggalkan Adhan sendirian diruang tengah bersama tv yang menyala dari tadi

"Dasar maniak avocado," sungut Adhan.

Enggak tau dia sudah bikin gue terhipnotis oleh dunianya. Dunia yang dia bikin sedemikian rupa, tanpa ada beban sedikitpun yang ia perlihatkan, selalu ceria, selalu berada di dunia fiksi andalannya.

"Gue mau kita bisa jadi sahabat yang nggak pernah terpisah selamanya," lirih Adhan.

Ainna yang mendengar sekilas ucapan Adhan hanya tersenyum simpul.

Sahabat ya?

Nggak bisa lebih?

Naik level aja deh, jadi level 1000 biar mudah diupgrade jadi temen hidup.

Sepertinya Ainna salah untuk turun dari kamarnya tadi.

Seharusnya ia tetap dikamar saja tidak usah mengambil sendok di dapur, agar tidak mendengar kalimat yang keluar dari mulut Adhan.

Seharusnya juga dia sudah menghapus rasa ini dari dulu sejak lulus SMP.

Seharusnya dia juga tidak menaruh harap terhadap Alfaaro Pradhan Saputra.

Seharusnya dan seharusnya.

Alina 🦁
04-03-2022
TBC

Zone? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang