✓45. finally

112 16 4
                                    

Hari Kamis yang begitu cerah, untuk pagi ini, sekolah Minerva high school sangat ramai para orang-orang hilir mudik ada yang berangkat sendiri,ada yang diantar juga.

Ainna dan Adhan sekarang sudah berada dihalaman sekolah,tujuan mereka sekarang adalah ke kantin.

Ainna dari perjalanan merengek untuk mampir membeli sesuatu untuk mengganjal perutnya, tetapi Adhan tak menghiraukan dan menyuruh Ainna untuk membeli di kantin sekolah saja.

Brak

"Maaf kak Adhan," lirih Elsya.

Adhan melihat seseorang yang menabrak badannya menatap malas,"kalau jalan hati-hati."

Manusia yang sangat ingin ia hindari,tetapi yah begitu kurang beberapa Minggu lagi sekarang ia bisa lepas dari tanggung jawab untuk mengajari adik kelasnya itu.

"Iya kak maaf. Kak nanti latihan soal kan?" tanya Elsya sok akrab.

Memang sudah berjalan lebih 2 bulan ia menjadi guru sementara Elsya, tetapi untuknya ia tidak akrab,hanya sebatas guru dan murid. Garis bawahi SEBATAS GURU DAN MURID.

Jika Elsya merasa sudah akrab seperti seorang teman, sepertinya ia hanya sokab atau bisa dikatakan sok akrab.

"Nanti lu sendiri dulu,gue ada urusan. Satu lagi nggak usah manggil gue di kelas, gue bakalan inget jadwal yang bakal gue lakuin." Adhan memeringati Elsya agar tidak memanggilnya jika ia belum datang ke perpustakaan.

Elsya sudah diperingatkan sampai puluhan tetapi ia juga sudah melanggarnya sampai puluhan kali juga.

Adhan memang paling benci perilaku Elsya yang ini, mau bagaimanapun ia tidak suka.

Mau puluhan ribu orang membela Elsya, jika Adhan udah benci ya benci. Tidak bisa di ganggu gugat.

"Yah kak, aku kan kadang nggak paham sama materinya."

"Jadi aku panggil kak Adhan biar cepet datang," ucap Elsya memelas.

"Bukannya olimpiade tinggal bentar lagi? Belum paham materi  itu maksudnya emang nggak paham atau modus," sindir Ainna.

Elsya melihat Ainna yang ada di balik badan Adhan mengerjai kaget, entah Ainna yang tidak fokus atau bagaimana tetapi bukankah Ainna sudah dari tadi bersama Adhan?

"Kaget gue ada disini?, Matanya emang patut di periksa."

"Kak, kenapa dia ada disitu?" Tanya Elsya.

Ainna merasa seperti makhluk halus yang tidak bisa dikasih sebuah pertanyaan, Elsya memang membuat otak Ainna semakin memanas atas perilakunya.

"Dhan ke kantin gue lapar," ucap Ainna yang sudah diambang kelaparan.

Udah laper, ketemu sama manusia rese. Udah paket komplit yang membuat otaknya seketika meletup-letup tak karuan.

"El lu nanti gue kasih latihan soal dari gue sendiri 100 soal, gue enggak bakal ada disana dan mau nggak mau dalam waktu 2jam lu harus selesai. Minimal 50 soal udah dikerjain." Adhan segera pergi meninggalkan Elsya yang memantung bak patung.

Elsya tak percaya, bagaimana mungkin 100 soal dalam waktu 2 jam?

Elsya berlari menuju ke taman belakang yang jarang sekali dipakai oleh para siswa disini, ia benar-benar kalut.

Ikut olimpiade ini memang bukan usulan murni dari para guru, tetapi usulan dari kakaknya yang notabenenya memiliki sebuah jabatan disekolah, ya sekarang sudah lengser karena periode baru.

Tetapi ia masih tidak bisa sebebas itu, apalagi ia dan kakaknya memliki sebuah ambisi untuk menghancurkan seseorang.

Bukan menghancurkan juga, tetapi obsesi untuk memilikinya semakin tinggi.

*****

"Mamang, salad buahnya udah ada belum?" tanya Ainna.

"Yang sisa kemarin mau? Ada dikulkas." Dudu menunjuk kulkas yang dari entah kapan selalu menyala.

"Yah mang, mang Dudu belum buat?" tanya Ainna melemas, keinginan untuk memakan salad buah buat sarapan pupus sirna. Jika ia kuat dingin pasti udah dibeli salad buah yang ada dikulkas.

Kuat sih sebenernya,tetapi pagi-pagi beli yang dingin gini apalagi belum sarapan yang iya Ainna sakit bukan malah menghindari sakit.

"Beli jus aja ngapain sih, ribet jadi cewek," celetuk Adhan tanpa sengaja.

Ainna melotot ke Adhan tak suka,"biarin, ngapa ngatur-ngatur?"

"Nggak boleh ngatur sama cewek sendiri?"

"Ya saja."

"Ya udah deng mang Dudu. Jus kayak biasanya kalau bisa nggak usah pakai es batu," ucap Ainna. Mengalah lebih baik menurutnya daripada jantungan tidak tertolong.

Apalagi mengingat 3 hari lalu saat ia, ayah dan Adhan sendiri memasak brownies avocado tanpa bantuan bunda.

Ini kegiatan setelah ayahnya capek melawan Adhan bermain PS dan berakhir keluar untuk merumpi bersama mang Jaja satpam rumahnya.

"Ai," tanya Adhan.

Adhan memanggil Ainna tanpa melihat wajah Ainna, matanya melihat langit-langit rumah.

"Apa?"

"Jadi pasangan sehidup semati nggak mau?" tanya Adhan.

Mendengar ucapan Adhan badan Ainna menegang seketika, Ainna tak menyangka bahwa Adhan yang mengatakan itu.

Laki-laki yang dari dulu ia idam-idamkan, sekarang melontarkan pertanyaan itu kepada dirinya.

Bukankah itu keajaiban yang sangat besar?

"Kenapa emang?"

"Kalau mau ayo pacaran dulu, kalau gue udah kerja, ayo nikah."

Ruangan tiba-tiba senyap seketika, Ainna berusaha untuk mengontrol deru jantungnya yang berpacu cepat.

"Ngajak nikah,kek ngajak beli cilok," cibir Ainna.

"Ya kan bener,kalau gue udah mapan ayo nikah!!"

"Iya-iya Alfaaro Pradhan Saputra," ucap Ainna sambil tersenyum dengan lesung pipit yang menghiasi di pipi kiri dan kanannya.

"Beneran mau?" tanya Adhan tak percaya.

"Iya sayangnya Ainna," ucap Ainna mengusap rambut Adhan dengan gemas.

Setelah itu, Ainna berlari dengan sangat cepat menuju ke kamarnya. Ia benar-benar harus menolong jantungnya itu.

"Akhirnya," monolog Adhan, sekarang wajah Adhan memerah bak tomat.

Alina 🦁
25-01-2023
TBC

Zone? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang