10. Perlahan nyata

1.2K 93 0
                                    

"Mimpi buruk bagai kutukan. Yang nyatanya hanya sebuah ketakutan."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Bila orang bertanya tentang dirinya. Ia adalah pangeran. Yang terluka dengan sebuah kutukan.

Ia tak sempurna, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna. Ia rupawan. Namun tak pernah tau bagaimana rupanya sendiri.

Kenyataan, ia bukan tak ingin tau. Hanya ia tidak bisa. Melihat dirinya sendiri. Yang selalu dicaci maki, bahkan penuh luka itu. Juga perlahan ia yang akan semakin rapuh.

Namun, satu hal yang beberapa orang ketahui. Termasuk kedua sahabatnya. Ia sepesial yang terlihat aneh.

"Mau ke toilet," ujarnya menatap Juan.

Kini mereka berada didalam kelas. Seorang guru lelaki tengah memberikan tugas dan mengawasi. Orangnya tidak galak, dia santai dan terkadang suka bercanda.

"Ayo." Juan berdiri diikuti Raga.

"Pak, izin ke toilet."

Guru itu menatap keduanya bergantian. "Berdua? Kalian cowok loh."

Juan diam. Raga bingung sendiri. Wisnu yang mendengar tertawa.

"Justru Pak, mereka sama gak akan ada kejadian hamil. Iya kalau cowok cewek."

"Iya, tapi kan-"

Juan tidak peduli. Menarik Raga keluar kelas. Meninggalkan Wisnu yang berdebat ria dengan guru itu.

Lorong sekolah yang sepi. Hanya beberapa siswa yang terlihat. Jelas mereka anggota OSIS yang tengah berpatroli.

Sampai ditoilet Raga cepat masuk kedalam salah satu bilik. Juan menunggu didepan wastafel. Bersandar sambil bermain handphonenya.

Tak lama ia mendengar suara air. Ia menyimpan handphonenya. Mengambil alat pembersih kaca juga sabun. Menyemprot kaca dengan sabun. Lalu menggosoknya hingga berbusa. Memenuhi kaca, membuatnya tak bisa melihat pantulan dirinya sendiri.

Raga keluar. Melihatnya diam ditempat. Juan menatap bingung.

"Kenapa?"

Raga mendekat. Mencuci tangannya. Lalu diam menatap kaca yang penuh busa dihadapannya. Juan diam, memandangnya.

"Mau liat," lirihnya ragu.

Juan faham. Ia berdiri dibelakang Raga. Memegang bahu pemuda itu.

"Ada gua."

Raga diam kembali. Perlahan tangannya terulur. Mengusap kaca didepannya. Menghilangkan busa putih yang ada sedikit. Namun ia terpejam. Juan melihat itu dari pantulan kaca. Mengusap bahu pemuda itu lembut.

"Gua tetap disini."

Raga tau, ia yakin Juan tidak pergi. Hanya ia takut. Bila sahabatnya dibawa pergi. Namun, nyatanya ia harus bisa.

Perlahan membuka matanya. Namun, detik setelahnya ia menunduk. Juan terkejut dan melihat.

Nafasnya memburu. Wajahnya memucat dengan darah mengalir dari hidungnya.

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang