"Jutaan lara itu hadir karena keegoisan."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️11 September 20**
Dua bayi lelaki yang tampan lahir. Jarak yang tidak jauh. Mereka kembar. Tangis keduanya mengalun didalam kamar bernuansa biru muda itu.
Salah satu anak lelaki berusia 3 tahun mendekat ke salah satu box bayi. Naik keatas kursi agar bisa melihat bayi yang kini menangis itu.
Jari mungilnya membelai pipi putih kemerahan bayi itu. Seketika, tangis itu terhenti. Tatapannya begitu dalam. Lalu tersenyum.
"Aku suka dia."
Satu anak lelaki lain, lebih besar darinya. Usianya berkisar 8 tahun. Dia menatap anak lelaki itu diam. Lantas melangkah mendekati box bayi disebelahnya.
Bayi yang begitu putih bersih. Tangisnya sudah terhenti sendiri. Dia terlelap. Begitu lucu.
Dia menatapnya dengan lama. Mata tajamnya lalu melihat anak lelaki didepannya itu. Yang kini bermain dengan mencolek pipi bayi itu.
"Abang?"
Ia menoleh, melihat wanita yang kini didorong masuk menggunakan kursi roda. Wanita yang cantik dengan senyum lembut. Pria dibelakangnya hanya menatap diam.
"Kesini Sayang."
Lantas ia menurut, mendekati wanita itu. Berdiri dihadapannya. Pipinya dibelai dengan lembut.
"Abang Galen sekarang sudah besar. Adiknya aja udah tiga. Abang harus bisa jadi Abang yang baik ya? Jadi panutan buat adik-adik nya."
Anak itu mengangguk singkat. Tidak menjawab apapun. Lalu sosok anak lelaki yang lebih kecil mendekat. Menepuk paha wanita itu. Semua pun menatapnya.
"Iya Kakak, kenapa?" Tanya wanita itu lembut. Ia menunduk, mencium pucuk kepala putranya.
"Aku mau dia," tunjuknya pada box bayi yang dia dekati tadi.
Wanita itu terkekeh. "Semua juga boleh. Sekarang Rega udah jadi Kakak. Harus sayang semuanya."
Namun anak itu menggeleng. Membuat Sahira, wanita itu bingung. "Loh kenapa?"
Rega tidak menjawab, hanya menggeleng. Lantas berjalan pergi ke arah box bayi itu.
"Gapapa, kalau Rega nggak mau. Adek satunya buat aku." Ujar Galen tiba-tiba.
Sahira lantas tertawa kecil. "Iya sudah, asal kalian akur. Bunda kasih tau. Adek itu," tunjuknya pada box bayi yang Rega pilih. "Namanya Adek Sagara, adek ke dua kamu."
Lalu ia menunjuk pada box bayi satunya. "Kalau dia, namanya Ragama. Adek ke empat kamu. Raga itu adeknya Saga. Kamu ngerti kan?"
Galen hanya mengangguk faham. Ada rasa bahagia dan takut. Sedikit ia melirik sosok pria yang menyandang sebagai ayahnya. Pria itu hanya diam. Menatap dalam sosok Rega.
**
"Kenapa Saga tidak semarga?"
Wanita itu nampak bingung. Tiga putranya yang lain menyandang marga dari orang tuanya. Dia pikir setelah Ragama Damarjaya yang bermarga sama dengan Regantara Damarjaya. Putra ketiganya akan bermarga sama dengan putra pertamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kathréftis || End✓
Misterio / SuspensoManik sehitam malam yang begitu menyimpan. Bibir semerah Cherry yang enggan sekali terbuka. Rupa menawan, tetapi penuh luka. . . "Raga cuma mau Abang." Inilah dirinya. Sosok yang tidak pernah tau bagaimana rupanya. Tak peduli apa kata orang. Ini ada...