53. Pulangnya

436 40 0
                                    

"Rumahnya tepat saksi semua kesakitan lebih nyaman."
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

🎧Tetap dalam Jiwa~












"Siapa yang ikut campur?"

"De Gavrilo."

"Keluarga gila itu. Bukankah mereka tidak ada hubungan?"

"Persahabatan. Secara rahasia."

"Hem.. menarik."

**

"Kamu memang tidak memiliki darah De Gavrilo. Namun setelah kamu memilih kembali ke rumah itu. Diri mu sudah bagian dari kita."

"Termasuk Raga dan Galen."

Pemuda itu mematung. Kentara terkejut dengan kenyataan barusan.

Siapa yang tidak mengenal De Gavrilo? Mereka keluarga tersohor. Dengan setiap anggota keluarga bergetar dokter. Bisnis yang begitu besar. Lalu dikatakan mereka juga memiliki sebuah clan mafia.

Juga sebutan keluarga gila.

Sagara. Tidak akan menyangka kembalinya ke rumah ternyata membuatnya menjadi bagian dari mereka. Namun ini bukan soal mereka yang terpandang atau hidupnya yang terjamin.

Mereka itu.

"Jangan terlalu menggunakan hati."

Mengapa ia tidak mencari tau siapa sebenarnya Bastian. Bodoh sekali dirinya.

Pantas, kala Galen yang ingin membunuh Raga. Tidak ada hukuman yang membuat lelaki itu jera.

Bagi mereka. Sesama melukai itu biasa.

Itu yang Saga dengar dari beberapa orang tentang mereka.

"Tapi ber empati itu perlu."

Wanita yang berparas anggun itu menatapnya dalam. Tersenyum kecil lalu mengangguk. Sedangkan sosok pria disampingnya menatap dingin.

"Saya tidak pantas." Jawabnya setelah sejak tadi diam. Mendengarkan semua yang wanita itu katakan.

Pria itu terkekeh. Terdengar mengerikan. Membuatnya merinding. "Mengirim kumpulan anak jalanan untuk memalak Raga."

"Itu sudah lebih dari pantas."

Saga kembali mematung. Matanya meliar. Kedua tangannya terkepal. Degup jantungnya pun berpacu cepat.

Alice menggeleng kecil melihat ekspresi pemuda itu. Dengan tenang ia menyesap teh hangatnya. Menikmati keterkejutan itu.

"Berhenti mendengarkan mereka. Naik ke kamar mu segera."

Bastian datang. Memotong pembicaraan Anton. Pria itu hanya menatap tajam sesaat. Dibalas dingin oleh sang putra. Alice sendiri tersenyum kecil.

"Kembali ke kamar mu, Nak. Jangan dengarkan omongan Daddy mu." Ujar Alice lembut. Tidak seperti tadi.

Memang siapa yang sejak tadi bicara? Anton hanya bagian yang terakhir. Lalu menyalahkannya.

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang