8. Kembali 2

1.8K 166 4
                                    

"Ia keras dengan pendiriannya. Hanya kematian yang akan menjadi akhir."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Tak ada yang mampu menghentikannya. Inilah jalannya, ambisinya, pilihan hidupnya. Namun nyatanya seolah takdir memang melarangnya. Atau, menundanya.

"Adek makan dulu yuk?"

Manik hitamnya menatap diam. Enggan bicara apapun. Namun menerima suapan bubur. Bastian hanya bisa diam. Tak ingin membuat Raga tidak nyaman.


Ini sudah hampir dua Minggu pemuda itu dirawat. Sudah semakin membaik. Namun jelas ada yang semakin buruk.

Hari pertama kondisnya benar-benar kritis. Ia sempat kejang. Beruntung dokter dapat menanganinya.

Bubur dalam mangkuk habis. Bastian menyerahkan segelas air. Ia diam menatap lama pemuda itu.

"Besok udah boleh pulang."

Raga menatapnya. Nampak ingin mengatakan sesuatu. "Boleh sekolah?"

Bastian tersenyum. Meletakkan gelas dan mangkuk itu dinampan. Lalu beralih pada pemuda itu. "Boleh, asal kamu mau pulang kemansion."


Alis pemuda itu nampak turun. Ia lalu memalingkan padangan. Menggeleng tak mau.

Bastian tersenyum getir. Sudah sangat lama ia mengajak Raga tinggal dimansionnya. Namun pemuda itu akan menolak dan marah balik. Atau bahkan pernah kabur dan nekat.

Raga diam bukan tak bisa melawan. Hanya saja ia tak mau. Baginya hanya membuang tenaga. Nyatanya ia pernah hampir membakar mansion Bastian karena dipaksa tinggal disana.

Anak itu bila sudah marah akan nekat. Punya keinginan yang kuat. Walau terkadang salah jalan. Salah satunya bertahan bersama Galen yang tau dia bisa berakhir tragis.

"Oke, tapi Abang mau nginep dirumah. Boleh?"

Tak ada pergerakan. Maniknya terus menatap luar jendela. Awan yang mulai menggelap mendung dengan burung yang terbang cepat.

Bastian bangkit. Mengusap surainya lembut. Juga mengecup singkat pelipis pemuda itu. Ia bangkit ingin pergi keluar sejenak.

"Mau ketemu bunda."

Langkahnya terhenti. Berbalik menatap pemuda itu. Ia kembali mendekat. Menatap lekat seolah memastikan.

"Raga mau ketemu bunda."

"Boleh, besok ya?"

Pemuda itu menggeleng. Bastian membuang nafas panjang.

"Dokter belum kasih izin kamu keluar sekarang. Besok bahkan masih harus di-" ia tak melanjutkan. Memalingkan padangan.

Raga menatapnya lama. "Sudah tau ya," lirih pemuda itu menatap luar kembali.

Raga lupa siapa lelaki ini. Juga dengan kejadian ini pasti sudah tau. Padahal rapat ia sembunyikan.

"Kenapa kamu gak bicara sama Abang? Dengan tanpa penanganan yang tepat akan semakin parah Dek."

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang