27. Mumbar?

485 44 1
                                    

"Apa yang lebih kejam dari fitnah?"
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Pagi yang cerah, secerah harapan dan impian kita semua.

SMA Taruna Bangsa dibuat heboh dengan kedatangan murid baru. Bukan persoalan mereka anak laki-laki tampan. Tetapi..

"Eh Dedek Raga, ketemu lagi kita."

Raga terdiam. Menatap empat pemuda di depannya saat ini. Bingung, dan aneh. Ada Rizky, Fauzan, Randy dan Saga. Mereka mengenakan seragam khas Taruna.

Satu alisnya naik tanpa menjawab sapaan Rizky. Membuat pemuda itu terkekeh gemas.

"Kita pindah kesini, Ga."

"Kenapa?" Kali ini dia bertanya. Jelas dia tau bahwa ke empatnya masuk ke kandang musuh.

"Pengen ketemu Dedek Raga lah."

Bahunya dirangkul Rizky erat. Dia diam, menatap Fauzan, seolah bertanya yang sebenernya.

"Woy! Raga! Mending Lo jauh-jauh dari pembunuh!"

Tubuhnya mematung mendengar hal itu. Jelas kentara maniknya terkejut.

"Mereka itu pembunuh!"

"Awas entar Lo jadi korban."

Apa yang dirinya lewatkan selama tidak masuk sekolah. Raga bingung, namun dia tetap tenang. Hingga tangannya ditarik kasar. Menjauh dari keempatnya.

"Jangan deket-deket mereka." Ujar Juan menatap tajam ke empatnya.

Wisnu menarik Raga pergi ke kelas diikuti Juan. Meninggalkan ke empatnya yang diam.

"Harusnya kalian gak ikut pindah," Saga membuka suara. Merasa tak enak dengan ketiga temannya.

"Kita udah janji sama-sama Bro. Dan, udah ada bukti kalau pelakunya bukan Lo. Tinggal nunggu waktu." Randy merangkul bahunya menguatkan. Tersenyum simpul, membuat pemuda itu mengangguk kecil.

Yah, kejadian malam itu. Hampir membuat Saga pun mendekam dipenjara. Beruntung tidak ada bukti mengenai dirinya. Tidak ada sidik jarinya dalam pisau yang membunuh Oji.

Banyak orang bertanya. Dari kasus yang dia dapat. Seharusnya sekolah setinggi Taruna Bangsa tidak dapat menerimanya. Namun masih menjadi tanda tanya para murid satu sekolah. Bagaimana ke empatnya justru pindah ke sekolah lebih tinggi dari sekolah lamanya.

**

"Kenapa?"

Sudah berulang kali Raga bertanya. Membuat Wisnu yang kesabarannya setipis tisu dibagi dua pun jengah.

Sudah waktu jam istirahat ke dua. Dan pertanyaan Raga tetap sama. Kenapa mereka bisa pindah dan kenapa disebut pembunuh.

"Saga, membunuh Oji waktu tawuran." Jawab Juan tenang. Melihat raut apa yang Raga perlihatkan.

Namun hanya keterdiaman. Pemuda itu nampak tanpa ekspresi. Menatap lurus kedepan.

"Tanpa sengaja atau enggak, kita gak tau. Tapi gak ada bukti kalau pelakunya dia."

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang