"Ada Rasa yang tak pernah padam hingga masanya."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️Pagi yang cerah. Mentari bersinar hangat. Embun pun menguap perlahan. Memberi kehangatan setelah malam yang dingin.
Netra dengan bulu mata lentik itu perlahan terbuka. Menyipit kala merasa silau memasuki inderanya. Beberapa saat setelahnya netranya benar-benar terbuka.
Menatap langit-langit kamar diam. Ingatannya pun kembali pada apa yang ia alami semalam. Cepat ia bangkit dan duduk. Menatap sisi tempat tidurnya yang sudah kosong.
Juga meja yang ia pindah didepan pintu kembali ketempat semula. Kepalanya terasa agak pening. Ia pun melirik pada jam diatas naskah. Hampir pukul enam pagi.
Malas berfikir dirinya bangkit menuju kamar mandi. Ia akan sekolah hari ini. Beberapa menit kemudian dia sudah siap dengan seragamnya.
Kemeja putih lengan pendek dengan paduan vest putih. Didada kirinya terdapat pin lambang SMA Taruna Bangsa. Dasi biru yang harusnya di pakai pun dia kantongi dicelana hitam panjangnya karena malas. Paduan terakhir adalah sepatu putih.
Setelah menyisir rambutnya ia segera mengambil tas, dompet juga kunci motornya. Ia segera keluar kamar. Memandang lorong yang sepi. Apalagi dua pintu lain tertutup rapat. Namun ia tak peduli. Melangkah turun ke lantai 1 segera.
Hanya saja ia mencium bau masakan. Segera ia melangkah ke dapur. Dilihat ada tiga orang lelaki. Bastian yang sibuk menyuapi Raga. Lalu Tobi, yang tengah sibuk dengan iPad ditangannya.
"Duduk dan sarapan." Bastian yang melihat hadirnya pun bersuara.
Tanpa bicara ia mendekat. Duduk dan mengambil sarapannya. Namun ia makan dalam hening. Bukan, lebih tepatnya pikirannya tengah beradu.
Kejadian semalam. Ia ingat jelas. Namun pagi ini mereka bersikap seolah tak pernah terjadi. Aneh.
"Raga tunggu dimobil. Abang mau ngomong sama Tobi sebentar."
Raga bangkit, pergi meninggalkan ruang makan. Ia hanya menatapnya diam sambil makan. Mau bertanya pun juga rasanya aneh.
"Kau ingat?"
Suapan terakhir masuk kedalam mulutnya. Ia mengangguk kecil sambil mengambil gelas susu didepannya. Bastian pun diam, membiarkan pemuda itu menghabiskan minumnya.
Barulah selesai ia membuka suara kembali. "Apa yang terjadi?"
Salah satu alisnya naik. Pertanyaan itu bertuju pada yang mana.
"Raga," ujar Bastian tau isi pikirannya.
Saga mengangguk faham. Dan menggeleng disertai kedua bahunya yang naik. "Rasanya kayak mimpi, gua lihat dia didepan wajah. Setelahnya gelap."
"Apa? Katakan!" Bastian tidak sabar. Ia tengah mengorek informasi kali ini.
"Gua tidur lagi, tapi ada suara. Anak kecil dan dia. Terus gua kebangun dan liat dia mau buka jendela."
"Anak kecil?" Tobi bergumam. Ia kini menatap pemuda itu heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kathréftis || End✓
Mystère / ThrillerManik sehitam malam yang begitu menyimpan. Bibir semerah Cherry yang enggan sekali terbuka. Rupa menawan, tetapi penuh luka. . . "Raga cuma mau Abang." Inilah dirinya. Sosok yang tidak pernah tau bagaimana rupanya. Tak peduli apa kata orang. Ini ada...