43. Jauh dari kata baik

444 42 1
                                    

"Orang lain tidak akan pernah tau bagaimana kita bertahan dalam badai. Lebih buruk, tak ada kata menghargai."
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Dia itu siapa?

Ragama. Orang lain menilainya sebagai pemuda aneh yang misterius. Anak yang begitu tertutup.

Namun orang lebih banyak memandang dirinya gila. Satu kata lagi, aneh. Selalu kata Aneh dan Gila. Akan tetapi jelas tak akan ada yang tau. Hanya dirinya.

Dia seolah memiliki dunia sendiri. Tempat dimana ia berada dititik tanpa adanya orang lain. Tempat dimana ia bisa merasakan kesakitannya sendiri.

Raga anak yang baik. Namun dia cenderung lebih banyak diam. Tidak mampu untuk bereaksi. Dengan gangguan yang dimiliki. Ia memilih diam. Tak ingin semakin sakit melihat tatapan jijik dari orang-orang.

Laranya tak akan pernah habis. Bagai sebuah takdir antara dengan kutukannya. Jiwanya tak akan pernah tenang.

Kata paling dia suka adalah.

"Adek pinter, anak Bunda sayang."

Namun kini tak akan pernah terdengar. Sekarang hanya penuh cacian.

"Lo pembunuh bangsat!"

"Pembawa sial!"

"Pembunuh kecil!"

"Bocah aneh."

"Anak aneh itu gilanya kumat."

Takdir tak akan pernah bermain semengerikan ini. Ia hanya punya harapan kecil.

"Mau dipeluk Abang Galen."

"Raga sayang Abang Saga."

"Mau disayang kayak Abang Saga."

Diam dalam lukanya.

**

"Raga, makan dulu ya?"

Tidak ada jawaban. Manik itu menatap kosong. Hampa, penuh dengan sendu. Dunianya seolah entah kemana.

"Raga mau sendiri," ujarnya lirih.

Bagai sebuah burung tanpa sayap. Ia tak akan pernah bisa terbang. Bagai badai tanpa tuan, ia tidak akan pernah tau kemana arahnya. Langkahnya tak akan pernah sampai. Jiwa dan raganya seolah terpisah jauh.

Tubuh ringkih dengan hati yang begitu rapuh. Pilunya bagai sebuah alunan nada yang indah.

Bastian diam, menatapnya dalam. Dari kejadian malam itu. Raga bangun dengan keadaan linglung dan aneh. Kadang bergumam tidak jelas.

Ini sudah malam. Namun tidak ada satupun makanan masuk kedalam perutnya. Membuat lelaki itu jelas khawatir.

"Raga mau cerita sama Abang?" Tanya lembut. Duduk dihadapan pemuda itu. Mengusap surainya sayang.

Hening beberapa saat. "Kenapa?" Lirihnya. Kenapa dengan dirinya dengan takdirnya.

Digenggam kedua tangan pemuda itu erat. Bastian diam mendengarkan.

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang