50. Sebuah pelukan

763 65 1
                                    

"Jangan memberi nasehat pada mereka yang penuh luka."
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Suasana yang mungkin para remaja rindukan. Namun tersirat rasa penuh ketakutan. Waspada.

SMA Taruna Bangsa.

Sekolah kembali beraktifitas seperti biasa. Walau masih ada beberapa murid yang belum mau masuk sekolah karena takut. Bahkan ada beberapa yang memilih pindah.

Kasusnya masih terus diselidiki. Bekas kekacauan sudah dibersihkan. Lingkungan sudah sangat bersih. Namun meninggalkan bekas lain.

Ini hari ketiga setelah sekolah mulai kembali masuk.

XI IPS 5 tengah melakukan pembelajaran olahraga. Mereka melakukan banyak aktifitas dilapangan. Melupakan sejenak kejadian itu.

Netra gelap memandang kumpulan anak lelaki yang tengah asik bermain basket. Hanya ia sendiri. Duduk dibawah pohon rindang. Cukup baik dari pada ia hanya duduk didalam kelas sendirian.

Raga sudah boleh keluar rumah sakit. Padahal baru kemarin pagi. Namun ia memaksa sekolah. Berakhir dengan syarat dari Bastian agar tidak kelelahan.

Matanya tak lepas dari sosok kembarannya. Pemuda itu tertawa lepas. Asik dengan teman sebayanya. Menikmati permainan yang tidak serius mereka lakukan.

Namun tersirat sebuah arti.

Dia dan Saga tidak menjadi sama. Walau mereka adalah satu jiwa.

"Ini bukan diantara kamu dan dia."

Bel berbunyi. Semua anak membubarkan diri. Entah pergi kekantin atau kembali kedalam kelas.

Ia lantas bangkit. Berjalan pelan kembali ke kelasnya. Tidak terlalu ramai.

Anak perempuan banyak yang mendinginkan badan. Duduk lesehan dibawah papan tulis. Lalu beberapa anak lelaki dibelakang kelas.

Ia melangkah pelan kebelakang. Netranya melihat sosok Saga. Yang kini duduk bersandar ditembok. Meluruskan kaki dengan tubuh penuh keringat.

Netra kedua bertemu.

Sama seperti yang ia pikirkan.

Keduanya tidak sama.

Tidak sama dalam banyak arti.

Dunia mereka.

Walau dipaksakan. Masih ada sebuah tembok yang menghalangi keduanya. Jelas sekali terlihat dari tatapan mata Saga.

Ia tau.

Sebuah rasa ragu.

Namun ia tak ingin lebih mengetahui. Biarlah. Biar keduanya kini menikmati. Sapuan hangat antar saudara. Belenggu yang jauh lebih kuat.

Saga mendongak. Menatap Raga yang menjulang tinggi didepannya. Bingung dengan sorot mata pemuda itu. Kembali berbeda.

Bahkan dirinya mengabaikan satu temannya yang berbicara.

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang