3. Iblis

2K 131 3
                                    

"Ingatlah, bila manusia lebih mengerikan dari pada setan."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Ketakutan yang terus terulang. Siksa tanpa henti bak neraka. Luka yang tidak pernah dibiarkan sembuh mengering. Terus bertambah dengan banyaknya.

'Brakk

"Ahkk.."

Raga mengerang kesakitan. Tubuhnya dilempar masuk kedalam kamarnya sendiri. Ia ingin bangkit tetapi tak mampu.

Sosok Galen dengan pisau lipat sudah mendekat. Mencengkeram kuat dagunya.

"Eng-gak jangan Abang," lirihnya meminta.

Ini tidak seperti sebelumnya. Ya, sebelumnya. Raga sudah beberapa kali mengalami amukan Galen. Tetapi tidak dengan pisau lipat itu.

"Harusnya Lo mati!"

Raga menggeleng kecil. Bila ia mati ditangan Abangnya dan tuhan tak apa. Tetapi bila karena hal lain, ia akan berjuang. Untuk tetap hidup melihat sosok lelaki ini.

Manik memerah tajam. Wajah yang mengeras emosi. Mencengkeram kuat dagu Raga. Auranya begitu pekat. Sorot matanya memancarkan berbagai rasa.

Tak ada air mata dari pemuda itu. Menatap dengan begitu memilukan.

Galen menggelap. Mengarahkan pisaunya pada leher Raga. Membuat pemuda itu memberontak.

"Diam sialan!!"

'Duakk

"Arhhkk.."

'Bhugg

Kepalanya dibenturkan pada lantai, lalu perutnya ditendang, membuatnya terbatuk. Tubuhnya sudah lemas. Dan semakin menyiksa. Tanpa aba-aba pun Galen sudah mendekat. Menarik surai kuat. Kepalanya terasa pecah kala lelaki itu membenturkan pada lantai kembali.

"Jangan Bang.."

Galen semakin naik pitam mendengar suaranya.

'Srakk

Raga memberontak. Tubuhnya ditarik paksa menuju luar kamar.

'Brakk

Punggung rapuhnya membentur dinding kuat. Galen mencekiknya kuat. Maniknya memanas. Ia tak bisa bernafas. Mencengkeram kuat satu tangan lelaki itu. Berusaha melepaskan diri.

"Gua bener-bener benci sama Lo."

Galen tertawa keras. Menggoreskan pisau itu pada dagu Raga. Membuat pemuda itu mengerang kesakitan.

Darah pun mengalir. Perih yang ia rasakan. Kakinya bergerak brutal. Ia benar-benar kehabisan nafas.

"Bajingan sialan!"

Entah apa yang membuat Galen benar-benar marah seperti ini. Raga tak tau karena ia ingat tidak melakukan kesalahan. Juga ia berusaha memandang Abangnya.

Manik keduanya saling menatap. Tak ada sorot kasihan dalam lelaki itu. Namun, nampak Raga yang memohon. Ia memberontak kembali. Semakin keras usahanya.

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang