"Sebuah luka yang tak akan pernah tau kapan mengering. Namun justru semakin terkoyak."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️Siang yang terik dengan angin berhembus pelan. Membuat surai lembut itu bergerak pelan. Manik hitam legam yang menatap daun dalam. Seolah begitu jatuh pada pesona alam.
Duduk dibawah pohon beringin yang begitu rindang. Ia begitu tenang disana. Bahkan tanpa tau sudah ada satu orang yang datang.
"Dicariin juga."
Ia menoleh mendengar suara itu. Menatap sosok Wisnu disampingnya.
"Gua sama Juan mau ada pertemuan. Lo mending diam dikelas. Jangan kemana-mana sampai pulang."
Raga diam. Masih mencerna kalimat itu. Beberapa hari ia memang tak masuk sekolah. Setelah menelan obat itu ia terbangun dikamar Bastian. Membuatnya jelas ingin sekali kabur. Namun diancam dengan Abangnya. Bahkan sekarang ia masih belum boleh pulang.
"Boleh tanya?"
Wisnu menatap bertanya. Tidak biasanya juga.
"Gimana cara tau sifat dasar orang?"
Pemuda yang ditanya tersenyum lembar. "Dengerin," ia menatap serius Raga.
"Kalau Lo pengen tau sifat dasar orang itu mudah. Lempar aja batu, kalau marah ya pemarah juga seterusnya." Penjelasan yang amat simpel. Tapi tolonglah, ia sangat menyesatkan. Dasar Wisnu memang.
Raga sendiri diam. Berkedip beberapa kali lalu mengangguk. Membuat Wisnu tertawa keras. Memegang perutnya yang terasa keram. Juga air matanya pun mengalir begitu saja.
Beberapa saat ia pun tersadar. Menatap Raga yang amat ingin ia makan saja.
"Udah, jangan didengerin. Ayo, masuk!"
Keduanya bangkit. Berjalan bersama. Kembali menuju kelas yang sangat ramai. Didalam sudah ada Juan yang menunggu.
"Dari mana?" Tanya pemuda itu setelah Raga duduk.
"Ketemu dibawah beringin. Nemenin penunggu disana keknya dia." Wisnu menjawab.
Juan menatap datar dan menggeleng. Hingga bel akhir istirahat berbunyi. Semua pun kembali ke tempatnya.
Juan dan Wisnu saling memandang. Mengangguk kecil memberi kode.
"Kita kumpul dulu ya? Jangan kemana-mana."
Raga mengangguk saja. Keduanya bangkit. Menatap teman sekelasnya memberi kode.
"Jagain! Awas lu apa-apain!"
Pemuda dengan tampang preman itu mengangguk cuek. Tak peduli dan bermain handphone.
Namun tak lama Raga bangkit. Berjalan begitu saja meninggalkan kelas. Ia tak sadar karena fokus sendiri.
❄️❄️
Keriuhan puluhan pemuda. Berkumpul disebuah warung kecil. Begitu fokus membicarakan sesuatu. Nampak pula ada yang begitu menggebu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kathréftis || End✓
Mistério / SuspenseManik sehitam malam yang begitu menyimpan. Bibir semerah Cherry yang enggan sekali terbuka. Rupa menawan, tetapi penuh luka. . . "Raga cuma mau Abang." Inilah dirinya. Sosok yang tidak pernah tau bagaimana rupanya. Tak peduli apa kata orang. Ini ada...