"Manusia itu sama. Terlahir pun tanpa busana. Namun keangkuhan yang membuatnya lupa. Padahal, mati pun tak akan membawa dunianya."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️Udara dingin menusuk kulit. Rembulan yang bersinar terang menjadi sebuah saksi. Malam yang pemuda penuh luka itu lalui. Kesendiriannya, sakitnya, juga jiwa yang seolah hilang dari raganya.
"Jangan," terdengar lirih, suaranya tercekat. Maniknya menatap sosok pemuda didepannya penuh permohonan.
"Kenapa? Ada apa?" Juan bertanya khawatir. Walau jelas dirinya masih terkejut.
Iya, Raga yang membekap mulutnya. Menarik dirinya mundur dan kembali kedalam kamar. Tak lupa pemuda itu cepat mengunci juga menggeser meja sebagai penghalang.
Dirinya jelas bingung. Apalagi melihat Galen tadi. Rasanya dia bukan manusia, seperti setan ditengah malam.
"Abang nanti marah. Kita gak boleh berisik." Melirik pintu sejenak. Dirinya pun terdiam takut. Ia jelas sudah menduga, terlebih tatapan Galen padanya tadi.
Raga terbangun kala Juan menutup pintu kamarnya. Perasaan takut pun menghantui. Namun bila dirinya tidak pergi Juan yang akan kena.
Satu pemuda yang masih tertidur dengan nyenyak. Keduanya menatap Wisnu bersama.
"Oke, kalau begitu kita tidur aja." Juan menariknya menuju ranjang. Membiarkan Raga tidur terlebih dahulu. Ia ingin memastikan.
Dirinya tidak tidur, hanya terpejam berpura-pura. Agar Raga tidak merasa takut, dipeluk pemuda itu erat.
Beberapa menit berlalu nafas teratur pemuda itu terdengar. Dirinya mulai sedikit lega.
'Tok Tok Tok
'Srakk
'Srakk
Maniknya seketika terbuka. Menatap sumber suara dari arah pintu. Dirinya waspada, bahkan jantungnya berdegup kencang.
Setenang seorang Juan Orlando dirinya tetap akan merasa takut. Hanya ekspresi wajahnya akan tetap datar. Namun hati dan fikirannya beradu.
Takut kedua sahabatnya terluka. Juga berfikir banyak tentang apa yang akan terjadi. Suara ketukan dari pintu, juga seperti benda tajam yang menggores kayu.
Sibuk dengan pikirannya, ia dibuat terkejut bukan main. Sebuah pisau menembus pintu itu. Dirinya tak mungkin melawan orang gila diluar itu.
Tak habis pikir dengan malam yang Raga lalui. Ini bukan hanya teror, ini seolah dirinya selalu menyambut kematian setiap malam. Kala semua orang terlelap tidur, dirinya merasakan ini sendirian.
"Kalau dia emang Abang Lo, ini terlalu gila Ga." Ujarnya lirih.
Merasa aman, tidak ada lagi suara aneh. Hanya saja pisau itu masih menancap disana. Berdoa orang itu tidak mendobrak pintu kamar. Walaupun meja yang Raga gunakan lumayan kuat dan berat. Alhasil tidak akan mungkin berhasil.
Beberapa menit menunggu. Tidak ada gangguan lain. Dirinya memilih terpejam setelahnya. Memeluk semakin erat Raga yang sudah pulas.
![](https://img.wattpad.com/cover/256392010-288-k233239.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kathréftis || End✓
Misteri / ThrillerRaga hidup dalam dunia yang tak pernah benar-benar memahami dirinya. Ia tak peduli dengan bisikan atau tatapan penuh tuduhan. Yang ia tahu, hanya satu hal yang membuatnya bertahan-Abangnya. "Hidup Raga bukan untuk mereka, Bang. Raga cuma punya Abang...