18. Semua Akan Berubah

714 57 5
                                    

"Dunia hanya perihal datang, pergi, dan menghilang. Pada akhirnya semua orang akan pergi, bahkan saat mereka telah berjanji."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Ini bukanlah akhir baginya. Kesakitan yang semakin mengoyak. Menjadi awal perjuangannya. Bertahan atau pergi.

'Tes

Tak pernah tau dengan takdir. Namun keyakinan untuknya bertahan. Walau mungkin semakin lara nanti.

Sebuah buku dengan ukiran kata dari tinta hitam yang indah. Kalimat yang mampu membuat orang tak akan pernah tau.

Kembali pena hitam digoreskan. Membuat sebuah emoticon senyum klasik. Menggambarkan dirinya yang akan tetap bahagia, berjuang walau tanpa tawa.

Tak peduli tetesan darah yang jatuh. Ia memilih menyelesaikan kegiatannya. Merapikan bukunya pelan. Lalu beralih menyekat darahnya dengan tisu.

Terdiam lama menatap bercak merah. Manik sehitam malam yang sayu. Bibir merah Cherry yang kini pucat. Kulit putih yang semakin pucat dan tubuhnya mulai kurus.

'Tok Tok Tok

"Raga!?"

Ia terdiam ditempat. Tak bergerak bahkan menoleh. Membiarkan seseorang membuka pintu kamarnya.

"Dek!"

Bastian terkejut. Berlari segera menghampiri. Mencoba menghentikan darah yang masih keluar dari hidung Raga. Bahkan pemuda itu seolah enggan membersihkan.

Lelaki itu berlutut dihadapannya. Menatap manik yang kini beralih kosong kedepan. Menarik nafas dalam. Berat melihatnya, apalagi menjadi sosok didepannya ini.

"Abang ada tugas diluar negeri."

Kalimat yang begitu lirih. Menunduk tak berani menatap, berat ia mengatakan. Tak ingin ia pergi, namun sudah menjadi kewajibannya.

"Berapa lama?"

Ia mendongak. Tersenyum kecil. Tangannya terulur, mengusap bekas darah di dekat bibir pemuda itu.

"Gak lama, nanti Abang beliin oleh-oleh sama boneka Doraemon."

Raga mengangguk kecil. "Harus ya?"

Kembali lelaki itu tersenyum. Menyimpan rasa tak rela dihati.
"Maaf ya? Tapi ini tugas."

Kembali pemuda itu mengangguk. Lalu memalingkan pandangan. "Jangan lama-lama."

"Iya, janji."

Raga diam, memandang lama lelaki didepannya.

Bastian bangkit. Mengusap surai hitam itu sayang. "Udah malam, ayo tidur."

Pemuda itu bangkit. Melangkah pelan menuju ranjang. Berbaring disalah satu sisi. Kemudian Bastian menyusul, berbaring disebelahnya. Memeluk dirinya erat.

Manik legam itu tidak terpejam. Menatap kosong dada bidang di depan wajahnya.

"Raga gak mau sendiri," lirihnya. Lalu terpejam untuk tidur.

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang