59. Hilang atau Datang

430 40 3
                                    

"Dendam yang sudah terpatri didalam hati."
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Ruangan yang dingin. Kegelapan. Aura hitam yang begitu pekat.

Aula besar. Puluhan orang dengan baju hitam berkumpul. Pakaian mereka benar tertutup. Hanya terlihat sorot mata penuh akan dendam disana.

Seorang lelaki datang. Naik ke podium. Dengan jubah besar. Langkahnya yang tenang. Bersama lilin kecil yang mulai menyala mengelilingi sebuah kursi kebesaran. Layaknya seorang raja.

"König!!"

Seru semua yang berada disana. Tangan kanannya terangkat. Membuat gerakan memutar dengan jari telunjuk. Lantas ia duduk. Ruangan sunyi kembali.

Hembusan angin dingin masuk melewati jendela disetiap sisi. Matanya yang tajam menatap orang-orang didepannya dengan dingin.

"Bawakan jamuan untuk dewa." Suaranya begitu berat dan dingin. Membuat siapa saja yang mendengar nya akan merasa tak tenang.

Kerumunan membelah diri. Mempersilahkan 10 orang tawanan masuk. Ditarik paksa. Kedua tangan yang diikat, lalu mata mereka ditutup degan kain hitam.

Mereka di paksa bersimpuh. Tepat dihadapan sang Raja. Begitu kegelapan diantara cahaya kecil. Dilihat semuanya dengan dingin.

Dengan jari ia memberi perintah. 2 orang diantara mereka ditarik paksa. Bersimpuh tempat menghadap semua orang.

Dua orang pemuda.

"Bau apa ini?" Tanyanya lirih. Bau hangus daging dan bercampur bunga. Ada sedikit tanah basah dan hujan.

"Ritual." Jawab sosok disebelahnya.

"Kek kenal suaranya." Ia menoleh ke kiri. Agak mendekatkan tubuh. Namun tubuhnya ditarik agar tetap pada posisi.

"Apapun yang terjadi Lo harus tenang."

Penutup mata keduanya dibuka. Cahaya remang-remang. Pemuda itu menoleh. Namun wajah sosok disebelahnya tidak terlalu jelas. Hanya tidak asing.

Hingga ia melihat puluhan orang menyeramkan. Dengan 8 orang yang bersimpuh ditengah. Tiga perempuan dan lima laki-laki. Cahaya tempat mereka agak lebih jelas.

"Jamuan untuk sang dewa."

Netranya mengerjab. Bau sekitarnya semakin menyengat. Ia mulai semakin tak nyaman. Suara orang dibelakang keduanya. Ia tidak berani menoleh.

'Cringg

Suara lonceng. Orang-orang itu bergerak. Menjadi 8 kelompok dengan satu orang tahanan.

Kepalanya terasa pening. Ia menggeleng. Nafasnya memburu dengan capat. Pemandangan gila.

Entah bahasa apa yang pemimpin itu katakan. Ada doa-doa aneh. Mereka membuat lingkaran dengan pola bintang. Lalu meletakkan sang sandra disana.

"Jiwa malang yang tidak akan pernah sempurna. Jiwa yang penuh dengan kesedihan. Jiwa yang terluka."

"Kami, membantu menyempurnakan jiwa itu. Kepada seseorang. Tempat baru kalian. Jadilah anak dewa yang patuh. Hidup kedua yang sudah ditentukan. Hadiah untuk kesejahteraan."

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang