33. Schädel

514 47 2
                                    

"Hanya manusia serakah yang tidak pernah merasa puas."
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Gelapnya malam bersama dinginnya udara. Bahkan, bulan pun enggan. Kabut tebal menyelimuti bersama kegelapan.

Mencekam. Hutan yang begitu menakutkan. Pohon dan tumbuhan menjadi saksi.

Langkah kaki terdengar dijalan setapak. Bunyi sang burung hantu menemani. Mata tajamnya menyorot langkah itu.

Aura gelap semakin pekat. Kepakan sayap burung yang terbang membuat langkahnya terhenti. Sosok itu, mendongak. Menatap tajam burung dan hewan yang menjauh.

Sosok lelaki dengan mantel hitam. Wajah putih mulusnya penuh bercak noda. Bibir tipis itu menyeringai. Maniknya menatap gelapnya malam dingin.

Pendengarannya menajam. Suara lari terdengar. Ia melangkah tanpa suara. Mendekat pada satu pohon. Samar terlihat sorot cahaya senter. Yang perlahan mendekat padanya.

'Brakk

**

'16:57'

Sore yang nampak suram. Langit mendung dengan gemuruh. Namun tidak ada tanda hujan turun.

Manik sehitam malam yang menyorot tenang. Rumah dua lantai yang beraura pekat. Dilihat ada satu motor terparkir di garasi.

Ia berdiri disana, tepat didepan gerbang rumahnya. Menatap lamat rumah itu. Rumah yang penuh akan misterinya.

Maniknya pun menatap kosong. Sesaat, setelahnya begitu tenang. Memasuki rumah. Lampu-lampu sudah menyala. Berhenti diruang tamu yang sepi. Maniknya menatap sekitar tenang.

Melihat satu benda, ia mendekat dan mengambilnya. Lalu berjalan menuju ruang keluarga. Disana ada sosok pemuda yang sibuk bermain ponsel. Membiarkan televisi menyala tanpa dilihat.

Hanya sesaat melihat. Raga menelisik ruangan itu. Kembali melihat satu benda. Ia mengambilnya. Pergerakannya membuat Saga tersadar. Menatap tajam dirinya. Namun tidak bersuara.

Raga pun abai. Ia membawa dua guci kecil ditangannya. Lalu membawa benda itu ke lemari dibawah televisi. Membuka salah satu pintu, lalu menyimpannya disana. Tak lupa ia mengambil gembok didalam laci kecil. Mengunci dan menggemboknya.

Selesai, ia terdiam disana. Hanya sesaat setelahnya bangkit. Berjalan menuju dua pintu disisi kanan ruang keluarga. Itu adalah kamar tamu. Namun tidak pernah dipakai. Langkahnya selalu diawasi oleh Saga. Pemuda itu menatap tajam dan bingung.

"Dek!?" Langkah Raga terhenti. Menoleh pada Bastian yang datang menatapnya tajam.

"Jangan pernah kamu kesana!" Raga melangkah mundur kala Bastian akan menariknya.

Ia mengangguk singkat, melirik Saga sejenak. Setelah melangkah pergi ke dapur. Bastian pun tak mengikuti. Menatap tajam pintu kayu didepannya.

"Sial," desisnya segera mengunci setiap pintu. Termasuk kamar dibawah tangga.

Saga hanya diam. Memandang heran. Tak mau ikut campur pula. Dirinya acuh, dan kembali sibuk baca ponsel.

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang