54. Pergi

501 44 0
                                    

"Perginya sebagai awal."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Dia yang seharusnya tidak pernah hadir. Namun kembali. Dengan sejuta luka dan dendam abadinya. Bagai sebuah rakaian karma yang siap menjadi sakit.

Dalam sebuah kegelapan. Diantara dingin penuh kabut. Dua sosok menatap dalam satu sosok yang meringkuk penuh sakit.

"Bangunlah." Ujar salah satu. Sorot mata yang begitu gelap dan tenang.

Si mata tajam disebelahnya pun bungkam. Namun tangannya terkepal.

Sosok ringkih itu tak bersuara. Memandang kosong kegelapan milik mereka.

Jiwa yang tak akan pernah bisa damai. Jiwa yang terus terbelenggu. Ikatan yang entah kapan usai. Lara yang terus beradu sendu.

"Sakit," lirihnya.

Sosok bermata gelap itu mendekat. Memeluknya erat. Membuat jiwa itu hanya mampu menerima.

"Pergilah, sedikit lagi usai."

Hati yang gelap. Menjadikannya abadi.

**

"Kemana dia?"

"..."

"Cari dia apapun yang terjadi! Bila tidak, kalian tau akibatnya."

Lelaki itu melempar ponselnya ke meja asal. Tak peduli rusak. Pikirannya kacau.

Dilirik sosok yang kini terbaring diatas brankar. Dia tidak tidur. Hanya bagai tanpa jiwa. Pandangannya kosong.

Raga ia temukan dengan puluhan butir obat penenang. Dan anak itu minum dengan over. Apalagi sebelumnya, ia juga memberikan lewat suntikan.

Sekarang jiwanya menjadi tak terkendali.

Bastian kecolongan begitu besar. Tidak tau bagaimana Raga bisa mendapatkan benda itu. Itulah mengapa Raga sering lupa, dan linglung dengan sekitar. Apalagi dosis darinya juga tidak kecil.

Sejak sadar ia bagai lupa siapa dirinya. Meraung, menangis, bahkan tertawa. Tawa yang tak pernah orang dengar. Namun menyedihkan.

"Haha.."

Ia hanya menatap pemuda itu yang terkekeh sendirian. Memandang langit-langit bagai sebuah mainan. Tangan dan kakinya diikat. Bahkan pinggangnya juga diikat dengan tempat tidur.

Mengerikan, ia tak kendali. Tubuhnya bisa meliuk bagai orang tak memiliki tulang. Mereka khawatir akan patah. Sebisa mungkin menahannya diranjang terus.

"Hihi.. hiks.."

Emosi yang sejak lama ia permainkan.

Beberapa pemuda masuk kedalam kamar itu. Bastian hanya memberi kode agar mereka cukup melihat dari jauh.

Juan memalingkan pandangan. Sedangkan Wisnu menatap sendu.

Inikah, luka dari teman mereka.

"Saga gimana?" Tanya Fauzan datar.

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang