21. Dia Juga Manusia

708 54 2
                                    

"Hidup ku tak seindah yang kau kira."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

❄️❄️

Semua orang punya hati. Namun tidak semua orang mampu mengerti hati mereka. Juga tidak semua orang mampu membuka hati. Banyak manusia yang berbohong perhial hati mereka. Dengan beralasan takut menyakiti hati orang lain. Padahal, mereka justru menyakiti hati mereka sendiri.

Namun banyak pulang orang tidak peduli hati orang lain. Mereka egois, mencari kesenangan dengan hati mereka sendiri.

Hati itu layaknya jiwa mu sendiri. Kamu hanyalah raga yang kosong tanpanya. Membohonginya sama seperti kamu membunuh diri mu sendiri dengan perlahan.

"Gua bener-bener benci Lo!" Desisnya penuh penekanan. Manik sehitam malam miliknya menatap tajam.

Suasana yang sunyi. Kamar yang bau akan asap rokok. Cahaya pun hanya remang-remang. Membuat hatinya seakan beku dengan dendam.

Bibir merah kecoklatan-nya tersenyum miring. Menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. Tangan kirinya membuang puntung rokok ke tempat sampah. Lalu mengambil pisau kecil didalam sakunya.

Bukan lagi senyum miring. Namun seringan dengan sorot mata penuh dendam.

"Hidup itu memang perlu pengorbanan bukan?" Tanyanya pada sunyi.

Ia pun bangkit. Mengantongi pisau itu. Lali berjalan keluar kamar dengan bersenandung kecil.

**

Ruangan inap tempat Raga dirawat sepi. Pemilik kamar yang tengah tidur dengan damai. Lalu dua manusia yang sibuk sendiri.

Juan duduk membaca buku sambil sesekali menengok keadaan Raga. Wisnu sendiri sibuk bermain game. Hingga ia bosan.

Pemuda itu lelah dengan ke keheningan ini. Memilih menyimpan ponsel. Lalu mendekat pada Raga yang masih terlelap.

"Juan." Panggilnya pada Juan.

Pemuda itu pun menoleh. Menatap bertanya. Membuat Wisnu agaknya resah.

"Kenapa?" Membuka suara karena pemuda itu tetap diam.

"Raga sakit apa?" Bertanya dengan serius. Memandang pemuda yang terbaring itu dengan raut tak terbaca.

Juan diam sejenak. "Gua gak tau," jawabnya pelan. Menutup bukunya lalu menatap Raga.

"Sogok itu Dokter Nino, suruh kasih tau dia sakit apa."

Juan menghela nafas lelah. Ia bisa saja, tetapi yang pasti dokter itu tidak akan mengatakan. Bahkan semua dokter dirumah sakit ini.

"Gua ga mau kehilangan saudara gua lagi," terdengar lirih penuh ketakutan. Wisnu menunduk sejenak. Lalu kembali tegak dengan senyum manis.

Tangannya terulur, mengusap lengan Raga lembut. Keheningan pun terjadi. Tak ada yang bersuara, hanya terdengar nafas tersengal Raga.

'Ceklek

Pintu ruang rawat terbuka. Dokter Nino masuk dengan setelan serba putihnya. Dua pemuda itu menatap dirinya diam. Membuat ia bingung sejenak.

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang