"Tidak ada lahirnya seorang anak menjadi sebuah kutukan. Hanya kurangnya rasa bersyukur."
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️Banyak orang ingin tetap hidup. Berjuang melawan sakit mereka. Namun tak sedikit orang memilih jalan gila. Menjadikan sebuah kematian adalah pilihan.
Lihatlah, anak kecil yang sejak lahir tidak pernah bebas dari obat. Menginginkan sebuah kehidupan. Rumah sakit banyak mendengar doa orang tulus. Tangis kesakitan tapi penuh akan harapan.
Bahkan mereka bersyukur masih bisa menatap dunia. Walau luka dalam diri yang begitu dalam. Menjadi sebuah alasan. Impian untuk bahagia. Mencapai titik dimana kebahagiaan itu ada.
Keputusan yang salah, menjadikan penyesalan itu hadir. Bagi diri sendiri, dan orang lain. Duka akan semakin dalam.
"Adek!!"
"Enggak!! Dek!!"
Sorot matanya hampa. Ingatannya terus berputar. Tangan diatas lutut yang ternoda darah bergetar.
"Bastian! Stop! Lo lihat dia!"
Lelaki itu terdiam kaku. Kacau, netranya memerah dengan jejak air mata. Bajunya begitu tak rapi. Didepan sebuah ruangan. Ia mengamuk sejadinya. Mendengar berita tentang kondisi Raga.
"Kemungkinan paru-paru nya terinfeksi, Bas. Kondisinya benar-benar buruk. Kita harus mengecek sampai mana kanker itu. Berdoalah, semoga kemoterapi kemarin berjalan baik."
Matanya beralih menatap satu pemuda. Cepat ia mendekat. Memeluknya erat.
"Adek gapapa, dia kuat."
Nampaknya lelaki itu lupa. Siapa tadi yang mengamuk dan panik sendiri. Sekarang malah bersikap paling kuat. Biarlah sesukanya.
Saga tak bicara. Ia masih terlampau terkejut dan takut. Ingat kembali tentang kejadian dimana dirinya dituduh pembunuh. Menatap tangannya dengan takut.
Bastian paham, Tobi segera memberi tisu basah. Lelaki itu mengelap bekas darah yang hampir mengering. Dikecup beberapa kali pelipis pemuda itu menenangkan.
Kejadian beberapa saat yang lalu. Raga tiba-tiba muntah darah cukup banyak. Tubuhnya mengejang cukup lama. Lalu tak sadarkan diri. Mereka jelas panik dan terkejut. Padahal jelas sebelumnya kondisinya baik-baik saja.
"Istirahat dikamar ya?" Ditatap wajah pemuda itu. Namun tidak ada jawaban.
Netranya menatap pintu didepannya dalam. Ada rasa sesak dan tak nyaman. Jantungnya berdetak cepat. Tangan kirinya bergerak menyentuh dada kirinya. Meremas area yang tidak nyaman baginya.
"Kenapa? Sakit?"
Detaknya terus bertambah. Pandangannya meliar. Tangannya berkeringat dingin. Bersama nafas yang mulai tak beraturan.
"Hey?" Ditatap wajah itu khawatir. Tanpa banyak bicara ia mengendong pemuda itu. Berlari menuju ruangan lain. Tobi segera memanggil dokter.
Saga tidak bicara. Mencoba mengatur nafasnya. Juga merasakan nyeri pada jantungnya yang terus berdetak cepat.
Beberapa dokter masuk. Bastian mundur, memberi ruang. Ia terpejam, membiarkan apa yang mereka lakukan. Juga menjawab beberapa pertanyaan.
Tak tau selesai bagaimana. Ia tertidur dengan masker oksigen terpasang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kathréftis || End✓
Misteri / ThrillerManik sehitam malam yang begitu menyimpan. Bibir semerah Cherry yang enggan sekali terbuka. Rupa menawan, tetapi penuh luka. . . "Raga cuma mau Abang." Inilah dirinya. Sosok yang tidak pernah tau bagaimana rupanya. Tak peduli apa kata orang. Ini ada...