"Terlalu banyak omong kosong tidak membuat mu menjadi terbaik. Mulut mu layaknya sampah, dan diri mu dapat dibuang kapan saja."
.
.
.
.
.
.
.❄️❄️
Pagi menyapa, embun menguap terganti dengan sinar hangat. Jalanan ramai akan kendaraan. Kesibukan yang setiap pagi menjadi awal hari.
Sama seperti Raga, dia sudah siap dengan seragam sekolahnya. Merasa cukup dirinya berjalan turun. Perlahan menelisik setiap tempat. Rapi, namun berubah. Dia tau itu.
Segera ia pergi menuju dapur. Tepatnya ke arah kamar Azura.
"Kak? Ini Raga."
Dirinya diam menunggu, terdengar benda besar didorong. Tak lama pintu pun terbuka. Memperlihatkan wanita itu dengan wajah pucat.
"Kakak gapapa?"
Azura tersenyum dan menggeleng. Raga pun bernafas lega. "Ayo, kita pergi."
Wanita itu tidak menjawab. Kembali masuk kedalam kamar mengambil tasnya. Beruntung kemarin dia belum sempat beberes. Ada satu tas dan koper. Raga membantu membawa koper tersebut.
Keduanya pun keluar dari pintu belakang. Berjalan bersama menuju halaman rumah. Ada dua mobil terparkir. Hal itu membuat Raga tau.
"Ayo nanti Raga ceritain dijalan."
Azura tidak banyak bicara. Jelas dirinya masih takut. Melihat rumah itu sejenak. Namun tanpa disangka dirinya melihat sosok lelaki dibalkon atas. Menatapnya diam tanpa ekspresi. Jelas dia ketakutan dan mendekat pada Raga.
"It-itu siapa?" Ujarnya tanpa menatap.
Raga diam, berbalik arah. Melihat ke balkon atas. Dan dapat dirinya lihat sosok disana.
"Gapapa, bukan apa-apa." Ia segera menarik Azura pergi.
Keluar dari kompleks tidak jauh mereka duduk di halte. Sepi, hanya keduanya.
"Setelah ini Kakak aman, jangan pernah cerita ke siapa pun. Kalau terjadi sesuatu, Kakak bisa minta bantuan Abang Bas."
"Maaf, sebenarnya ada apa? Semalam banyak suara aneh."
"Rumah itu gak aman buat Kakak."
"Tapi kamu?" Azura memotong, jelas khawatir. Bagaimana malam-malam lain pemuda ini.
"Raga udah biasa. Bahkan lebih." Maniknya menatap kosong.
Keheningan melanda, Azura tidak tau harus berbicara apalagi. Sedangkan Raga menerawang jauh. Kemungkinan yang terjadi semalam.
Tak lama bus yang mereka tunggu datang. Segera keduanya naik. Meninggalkan sebuah tanda tanya dari sebuah kebisuan.
Tidak ada yang tau, apa yang benar-benar terjadi.
**
Memasuki gerbang yang menjulang tinggi. Langkahnya memelan, bersama ekspresi wajah yang kian datar. Banyak pasang mata yang melihatnya. Namun dirinya tak terusik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kathréftis || End✓
Mystère / ThrillerManik sehitam malam yang begitu menyimpan. Bibir semerah Cherry yang enggan sekali terbuka. Rupa menawan, tetapi penuh luka. . . "Raga cuma mau Abang." Inilah dirinya. Sosok yang tidak pernah tau bagaimana rupanya. Tak peduli apa kata orang. Ini ada...