15. Tes?

1.6K 100 4
                                    

"Ribuan peluru menghujani. Hanya akan ada satu belati yang membuatnya jatuh."
.
.
.
.
.
.
.
.
❄️❄️

Malam kian dingin. Bulan bersinar bersama bintang. Menjadikan lukisan indah pada langit malam.

Satu mobil hitam membelah jalanan yang sepi cepat. Tak mau berlama degan udara dingin ini.

"Adek makan dulu ya?"

Sosok rapuh dengan kulit pucatnya, diam menatap keluar sayu. Bastian memeluknya erat. Susah sekali membuat Raga bicara bila seperti ini.

Tobi yang mengemudi pun hanya melirik kecil. Tau betul dengan keadaan saat ini.

Raga masih memegang erat permen kapasnya. Seolah takut bila ia lepaskan akan dimakan orang kembali. Anak itu juga nampak tidak mau tidur. Walau terlihat sangat mengantuk.

Bastian menaikkan selimut. Menutupi hingga kepalanya. Tak lama mereka sampai. Ia segera menggendongnya keluar.

Beberapa maid menyambut. Namun ia meminta untuk tidak bertindak. Ia naik menuju kamar Raga. Bersama dengan satu maid yang membawakan makanan.

Dalam kamar, maid itu hanya meletakkan makanan diatas meja. Lalu setelahnya pergi. Bastian membuka selimut itu. Melihat Raga sudah terpejam. Namun ia tak mau langsung menurunkan. Tau pasti dia akan terganggu.


Sedikit lama berjalan mengelilingi kamar. Perlahan ia membaringkan pada ranjang. Membuat pemuda itu bergerak tak nyaman. Ia cepat memberikan boneka dan langsung dipeluk. Bahkan Raga melupakan permen kapas yang sudah jatuh.

Bastian mengambil tisu basah. Mengelap keringat dari kening hingga leher. Beruntung tadi ia sempat melepaskan jaket Raga dimobil. Juga pemuda itu memakai celana yang tidak ketat.

Lelaki itu menyelimuti sebatas bahu. Lalu mengusap surai itu sayang. Menatap wajah polos pucatnya dengan sendu. Selalu bertanya, mengapa takdir Raga begitu kejam. Dia anak polos yang tidak tau apapun. Bahkan kesalahan yang selalu Galen sebutkan.


Jiwa mana yang sekuat dirinya. Raga mana yang sekokoh ini. Hujan peluru tak pernah henti menyerangnya.

"Abang harap kamu mau bertahan, Dek." Ujarnya lirih.

Ia bangkit. Mengambil permen kapas yang jatuh disisi ranjang. Meletakkan diatas meja naskah. Setelahnya pergi meninggalkan kamar Raga.

Malam yang seolah bagai hadiah. Selama hampir sepuluh tahun tidur dengan mimpi buruk.

Saat ini, kali pertama. Raga bisa tidur sendiri dengan mimpi indah. Tanpa adanya orang yang menemani. Ia bisa berlarian bahagia dalam mimpi. Bermain bersama orang-orang yang membuatnya tertawa.

Nyatanya ia hanya tertawa dalam mimpi. Walau lara dalam nyata.


❄️❄️

Pagi yang indah, tetapi tidak dengan suasana hati pemuda itu.

Bangun tidur ia menemukan permennya yang mengempis. Mulai tak terlihat bentuknya. Namun ia tak terlalu bersedih. Sadar karena semalam ia juga ketiduran. Ia segera membuka bungkusnya. Makan diatas tempat tidur dengan nikmat. Sesekali mengajak bicara bonekanya.

Kathréftis || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang