Nora masuk ke kamar orang tuanya dan hanya menemukan Mami sendirian di sana, bertanya di mana Papi. Mami memberitahu jika Papi berada di ruang kerja yang berada di lantai bawah. Ia pun turun ke bawah. Sebelum masuk mengetuk pintu lebih dulu, saat mendengar suara Papi menyuruhnya masuk, ia pun membuka pintu dan menyembulkan kepalanya.
Tersenyum menatap Papi yang juga tersenyum hangat padanya. Papi pun memanggilnya setelah Papi menyimpan iPad di atas meja.
"Kenapa Nak?"
"Aku mau nagih kado," ujar Nora menyengir. Ia pun duduk di sebelah Papi yang pindah duduk di sofa.
"Nora mau apa?"
Nora tidak langsung menjawab, diam menatap Papi yang membuat Papi mengerutkan kening heran.
"A-aku mau dibeliin rumah," Nora meringis pelan. Bukannya cemas jika Papi tidak bisa membeli rumah untuknya, tapi cemas jika Papi akan melarangnya untuk tinggal sendirian. Bahkan saat memutuskan untuk tinggal di kota kecil Èze di daerah Paris, Papi uring-uringan dan sering kali menelponnya agar ia pulang saja. Makanya tidak cukup setahun ia kembali dan tinggal bersama orang tuanya
"Kan ini rumah kamu, Nak," sudah Nora duga. Kini ekspresi Papi terlihat tidak suka.
Kedatangan Mami membuat suasana tegang diantara ayah dan anak itu sedikit mencair. Mami menatap Papi dan Nora secara bergantian, merasakan ketegangan pada mereka. "Kenapa?" tanya Mami lembut setelah menaruh dua cangkir cokelat hangat di atas meja.
"Aku minta kado ulang tahun," ujar Nora pelan dan melirik Papi. "Minta dibeliin rumah."
Mami menatap Papi yang membuang muka. Tentu saja Papi tidak akan memberikannya pada Nora. Meski kini usia Nora dua puluh sembilan tahun, tapi di mata Papi Nora tetaplah Nora kecilnya, anak bungsunya.
"Papi," panggil Mami lembut.
"Tapi kalau Papi gak mau, gak pa-pa," sela Nora sebelum Papi bicara. Ia pun pamit dan tidak lupa mengambil secangkir cokelat buatan Mami.
Sepeninggalan Nora, Iyo mendesah pelan menatap pintu yang tertutup. Kirana beringsut mendekat ke arah Iyo dan mengelus lembut lengannya. "Kenapa sih Mas gak dibeliin aja?"
"Emang kamu mau anakmu tinggal sendirian?" balas Iyo membuat Kirana terdiam sejenak. "Apalagi Nora kan belum sepenuhnya stabil, Sayang. Dia masih terus konsultasi ke Dokter Amanda. Gimana mungkin kita biarin dia tinggal sendiri?"
"Tapi kan Nora pernah tinggal sendiri, Mas. Bahkan jauh dari kita. Padahal waktu itu kondisi Nora jauh dari kata stabil. Dan sekarang, Nora mulai membaik walaupun harus didampingi Dokter Amanda." Kirana kembali mengelus lengan Iyo. "Bukannya aku gak cemas biarin Nora tinggal sendiri, tapi kamu gak lupa kan kalau Nora itu ada riwayat gangguan kecemasan dan depresi."
Iyo mendesah kasar, ia bersandar seraya melepas kacamatanya. Menoleh menatap Kirana yang tersenyum lembut. "Nora pernah bilang ke aku, kalau dia mau buka kelas melukis untuk anak-anak. Itu impian dia. Daripada Nora stres cuma tinggal di rumah aja gak ngapa-ngapain, gimana kalau kita wujudin mimpinya? Terus kita ngomong ke dia, setiap hari Jum'at sampai Minggu pulang ke sini. Gimana?"
Iyo menatap Kirana yang tersenyum lembut. Iyo mengangguk kemudian pamit untuk ke kamar Nora.
"Dek, Papi boleh masuk?"
Tidak berapa lama suara kunci diputar terdengar lalu pintu kamar terbuka. Nora menatapnya heran. Lalu membuka lebar pintu.
"Udah mau tidur, ya?" tanya Iyo melihat Nora kini menggunakan piyama lengan panjang.
"Iya." Nora duduk di tepi ranjang. Iyo pun ikut duduk di sebelah putrinya.
"Papi setuju beliin kamu rumah."

KAMU SEDANG MEMBACA
I HATE MEN
Чиклит|OHMYSERIES-5| Apa yang membuatnya membenci sosok pria? Alasannya karena yang terjadi masa lalu. Membuatnya selama bertahun-tahun terus menerus bermimpi buruk. Membuatnya ketakutan setengah mati hingga menimbulkan perasaan takut terhadap lawan jeni...