"Hei, boleh kenalan?"
Wanita yang sedari tadi menggerakkan pensil runcingnya di atas kertas gambar berhenti. Kepalanya menegak. Tatapannya datar, begitu dingin menatap pria itu seakan ingin membekukannya, lalu menatap tangan pria itu yang terjulur ke arahnya.
Pria itu berubah kikuk, ia menggaruk kepalanya salah tingkah karena tidak menyangka jika respon wanita tersebut begitu dingin. Ia hendak bicara lagi, tapi wanita itu kini membereskan barang-barangnya. Memasukkan ke dalam tote bag lalu menyampirkannya ke lengan kiri. Karena terlalu terburu-buru hingga melupakan tas berukuran kecil yang merupakan tempat peralatan tulis.
Pria itu mengambilnya dan mengejar wanita tersebut, dan meraih lengannya. Hal yang tak ia kira karena wanita itu menepis tangannya dan meraung. "Jangan kurang ajar!!"
Mereka seketika menjadi pusat perhatian di kafe tersebut. Teman-teman pria tadi yang memaksa pria itu untuk mengajak berkenalan dengan wanita tersebut langsung pura-pura tak kenal dengan pria itu yang meminta maaf beberapa kali dan menyerahkan tempat pensil wanita itu.
Wanita itu merampas tempat pensil miliknya kemudian berlari keluar hingga ke parkiran. Masuk ke dalam mobilnya, menyalakan mesin agar pendinginnya menyala.
Ia merogoh tasnya lalu mengeluarkan tisu basah, mengelap tempat pensilnya juga lengannya setelah melepas jaketnya. meski tadi pria itu tidak menyentuh langsung kulitnya ia tetap menggosoknya menggunakan tisu basah bahkan menyemprotnya menggunakan disenfektan ke tas dan juga tempat pensilnya. Kemudian ia menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa dan menghela nafas kasar seraya memejamkan matanya. Berusaha menenangkan dirinya.
Nora menghembuskan nafas kasar dan bersandar seraya memejamkan matanya. Kemudian membuka mata dan mengambil ponsel, menghubungi seseorang.
"Hei Ra? Are you okay?" sapa seseorang di seberang sana.
"Hai Kak." Nora menghela nafas lebih dulu. "Aku tadi ke kafe .... sendirian. Terus ada yang ngajak aku kenalan." Nora kembali diam.
"Dan kamu melarikan diri?"
"Yeah. You know me." Nora kembali menghembuskan nafas kasar. "I can't." Nora menyandarkan keningnya di stir mobil. Ponselnya dalam mode speaker dan menaruhnya di atas pahanya.
"You can, Nora. Inget apa yang selalu saya bilang, kamu harus yakin dan percaya."
"Bisa gak sih gak pake cara begini?" tanya Nora putus asa. "I hate men. I hate them when their eyes are on me," cicit Nora pelan.
"Nora, hei, calm down." Orang di seberang sana menenangkan. "Okay, okay. Kayaknya kita harus ketemu."
Nora menghela nafas pelan. "Iya Kak." Setelah diberitahu kapan ia harus ke tempat praktik Amanda, dokter psikiater yang menanganinya dalam waktu dua tahun ini.
Ya, sampai saat ini Nora masih berurusan dengan yang namanya dokter psikiater. Orang yang lebih paham apa yang membuatnya merasa tidak nyaman bahkan ketakutan.
Hampir empat belas tahun sudah berlalu. Kenangan buruk yang menimpanya di masa lalu lambat laun tidak lagi muncul menjadi mimpi buruknya sepanjang malam.
Kurang lebih enam tahun lamanya Nora mencoba menghilangkan kenangan buruk tersebut, menyingkirkan dari kepalanya. Mencegah agar tak muncul dalam tidurnya. Didampingi dokter psikiater dan juga psikolog untuk tetap menjaga kewarasannya.
Dan delapan tahun terakhir Nora hanya didampingi seorang dokter psikiater untuk menyembuhkan ketakutannya terhadap lawan jenisnya. Rasa ketidakpercayaan pada seorang pria masih menghantui Nora. Merasa jika semua pria di muka bumi ini jahat dan akan bersikap buruk padanya. Kecuali, keluarganya dan teman-teman yang ia kenal sejak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
I HATE MEN
ChickLit|OHMYSERIES-5| Apa yang membuatnya membenci sosok pria? Alasannya karena yang terjadi masa lalu. Membuatnya selama bertahun-tahun terus menerus bermimpi buruk. Membuatnya ketakutan setengah mati hingga menimbulkan perasaan takut terhadap lawan jeni...