41 | ANCAMAN

3.6K 534 54
                                    

Saat Patra hendak menyeka air matanya, Nora segera menepis tangan pria itu. Entah mendapat tenaga dari mana, ia segera mendorong pria itu hingga jatuh terduduk. Kemudian ia berdiri, bersiap membuka pintu, tapi ternyata terkunci. Segera menggedor, berteriak memanggil Jihan hingga ia merasa tenggerokannya sakit.

Nora kembali menangis, apalagi saat mendengar suara tawa Patra. Ia menoleh ke arah pria itu yang telah berdiri. Menatapnya dengan seringai. Seluruh tubuh Nora bergetar, ia menangis tersendat-sendat. Ketakutan dan sangat cemas. Itulah yang ia rasakan saat ini.

Dalam beberapa tahun ini, lebih dari satu dekade, Nora tak pernah mengharapkan hal ini terjadi. Meski ia telah sembuh total, ia tak pernah ingin berjumpa lagi dengan orang yang membuatnya kesakitan selama bertahun-tahun. Membuat masa remajanya berubah suram. Membuat masa depan, cita-cita serta keinginannya hancur.

Nora tak pernah mengharapkan hal ini...

"Nora, Nora ..." Suara itu ... selalu menjadi lonceng ketakutan untuknya. Baik dulu dan sekarang, ia tak melihat perbedaan pada pria itu. "Kamu ternyata masih sepolos dulu, ya?"

Suara Nora sudah habis, begitupun tenaganya, ia hanya mampu menempel di pintu, menangis ketakutan.

"Jihan ... perempuan yang kamu anggap teman itu sepupuku, Nora."

Mata Nora membulat, ia menggelengkan kepala enggan percaya hal tersebut.

Sekali lagi Patra tertawa. Ia mengeluarkan rokok lalu membakar ujungnya, kemudian menghisapnya seraya menatap lekat Nora yang ketakutan, meringkuk di dekat pintu.

Patra berusaha keras menahan diri untuk tidak memeluk wanita itu dan menghirup aroma tubuhnya yang sangat ia rindukan. Mungkin aroma tubuh Nora sudah berubah. Bahkan aroma parfum wanita itu telah berubah.

Menghembuskan asap rokoknya, ia menyalakan lampu sudut agar kamar tersebut tak terlalu gelap. Masih berdiri menjaga jarak dari Nora yang masih saja menangis.

Masih seperti dulu...

Membuatnya menyeringai.

Sekali lagi ia menghisap rokoknya kemudian menghembuskan asapnya.

"Kamu gak capek nangis?" tanya Patra tertawa pelan.

"A-aku mau pulang ...," ujar Nora lirih tersendat-sendat, menatap memohon ke arah Patra.

Patra diam sejenak, pria itu menatap jam tangannya. Lalu kembali menatap Nora. "Kita baru ketemu dua puluh menit. Aku masih kangen sama aku."

Nora menggeleng, air matanya tak hentinya selalu mengalir.

"Come on, Nora. Berhenti menangis. Kamu udah dewasa lho. Kok cengeng banget sih?" protes Patra. Tak suka melihat Nora menangis.

"Aku mau pulang ..."

Patra menghela nafas pelan. Lalu kembali menghisap rokoknya, lalu menghembuskannya, "Kenapa sih mau pulang? Kala udah nungguin kamu?" ujar Patra sinis.

Mata Nora kembali membulat karena tersentak. Apalagi saat Patra melangkah mendekat ke arahnya. Nora semakin meringkuk, ingin rasanya mendobrak pintu tersebut agar ia bisa lari dari sini.

Tak pernah menyangka jika Jihan sejahat ini padanya.

Ternyata wanita itu sepupu Patra.

Empat tahun mereka berteman, Nora tak pernah mengira jika Jihan adalah musuh dalam selimut. Menjebaknya sehingga ia ada di sini. Bertemu lagi dengan orang yang membuatnya kesakitan selama ini.

Apa mungkin cerita Jihan jika wanita itu pernah dilecehkan hanyalah karangan wanita itu?

Nora semakin merasa kecewa pada Jihan. Benar-benar tidak menyangka.

I HATE MENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang