44 | KEPERCAYAAN

3.7K 594 118
                                        

Hampir saja Kalandra terjungkal dari kursi saat Orion menerjangnya, Kalea dengan cepat menarik pria itu dan mendorongnya menjauh dari kakaknya. Mulai emosi dengan tingkah Orion yang tak dapat mengontrol emosinya. Padahal Kalandra sedang sakit. Ia yakin kakaknya itu sedang menahan diri karena badannya masih lemas.

Orion telah tiba di rumah Kalandra beberapa menit yang lalu. Datang bersama Megumi. Kalandra telah memberitahu pada Orion jika Nora bersama Patra. Hal itulah yang membuat Orion marah karena berpikir Kalandra tak becus menjaga Nora.

Orion menghela nafas kasar. Berkacak pinggang, menatap tajam Kalandra. Tak peduli jika pria itu sakit. Tangan kanannya terangkat menunjuk pria itu. "Bokap gue udah ngasih lo amanah buat jagain Nora, Bang! Dia juga udah ngasih tau lo buat jaga-jaga karena Patra udah bebas dari penjara!"

"Gue kecolongan," ujar Kalandra lemah dan menunduk. Terlalu mengandalkan dirinya sendiri, jadi tak memberitahu siapapun.

Setelah Kalee meluruskan kesalahpahaman saat ia dirawat di rumah sakit beberapa waktu lalu, Kalandra pun memantapkan hati dan dirinya. Datang menemui orang tua Nora. Mengutarakan ketertarikan dan perasaannya, jika ia menyukai anak bungsu Om Iyo dan Tante Kirana tersebut.

Tentu awalnya tak mudah.

Lebih tepatnya hanya Om Iyo yang langsung menolaknya dan menyuruhnya untuk tidak mendekati Nora.

Alasannya sangat banyak. Padahal Kalandra sudah masuk kriteria menantu idaman. Telah punya penghasilan, bahkan punya perusahaan sendiri. Punya rumah bahkan punya dua mobil. Kurang apalagi Kalandra?

"Kamu kurang muda!" Itu jawaban Om Iyo saat ia membanggakan diri setelah kesekian kalinya datang menemui ayah dari wanita yang dicintainya itu. Tentu Kalandra tak menyerah meski ditolak berkali-kali. Karena tekadnya, ia harus menaklukan orang tua Nora dulu, barulah Nora.

"Udah deh, Pi. Gak usah persulit anak-anak," teguran bernada lembut tersebut datang dari Tante Kirana. Tante Kirana memang dari awal datang menyambutnya dengan hangat. Wanita itu tersenyum lembut. Kalandra pun tersenyum tipis. Merasa memiliki orang yang mendukungnya. "Padahal Papi dulu lebih tua lho Kal, pas mau ngelamar Mami. Ayahnya Mami gak protes ini itu, langsung nerima Papi. Kok Papi persulit Kala sih?"

Iyo berdecak pelan, ia menatap istrinya yang kini duduk di sebelahnya. "Mana ada tua?! Waktu itu Papi umurnya masih tiga puluh lima tahun." Kemudian beralih menatap Kalandra. "Umurmu berapa?"

"Tahun ini tiga puluh delapan tahun, Om." Sekali lagi Iyo berdecak.

"Beda sembilan tahun ya dari Nora," sahut Kirana.

"Ketuaan Mi!" protes Iyo membut Kirana menepuk pelan lengan suaminya itu.

"Kita beda sepuluh tahun lho Mas!" ujarnya gemas.

"Tapi ..."

"Kamu mau anakmu nikah di usia tua? Tahun depan Nora sudah tiga puluh tahun. Ada laki-laki yang serius sama dia. Kenapa kamu gak pertimbangin dulu?"

Akhirnya berkat Tante Kirana, Om Iyo pun memberikan kesempatan bagi Kalandra. Tentunya dengan banyak petuah dan larangan. Salah satunya 'menyentuh' Nora lebih jauh.

"Kalau cium boleh kan, Om?"

Iyo menganga, menatap pria di hadapannya yang ekspresinya tetap lempeng setelah menanyakan hal yang membuatnya sedikit syok. Ingin rasanya melempar papan catur pada pria itu.

"Gak boleh!!" damprat Iyo langsung. Ekspresi Kalandra masih sama. Datar. Dan entah kenapa membuat Iyo semakin emosi. "Jangan macam-macam kamu sama anak saya!"

"Saya gak akan macam-macam, Om."

"Heh! Saya pernah muda! Apalagi kamu laki-laki yang berusia matang! Saya tau apa di pikiran kamu!"

I HATE MENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang