"Hai."
Sapa Nora ketika pintu terbuka, tersenyum pada Amanda, dokter psikiater yang mendampinginya selama kurang lebih dua tahun ini setelah mendiang ibunda wanita itu meninggal yang mana merupakan dokter psikiater Nora selama sepuluh tahun.
"Saya kira kamu gak jadi dateng," ujar Amanda menarik Nora masuk ke dalam ruangannya. Sebelum menjadi pasiennya, ia sudah lebih dulu mengenal wanita tersebut baik dirinya maupun Nora layaknya seorang teman meski merupakan dokter pribadi wanita itu.
"Maaf, kemarin aku sibuk," ujar Nora. Seharusnya janji temu mereka seminggu yang lalu, tapi karena hari ulang tahunnya saat itu dan hari-hari setelahnya ia disibukkan dengan pengurusan membeli rumah serta bertemu dengan seorang arsitek.
"Sibuk ngapain?" Amanda senantiasa tersenyum, apalagi saat melihat senyuman bahagia Nora.
"Papi beliin aku rumah. My dream's come true," ujar Nora antusias.
Amanda pun menanggapi dengan antusias. "Saya tebak, kamu mau membuka kelas melukis, kan?"
"Iya Kak. Keinginan aku dari dulu."
"Congratulation. Nanti kalau Farah udah umur lima tahun, saya daftarin ke tempat kamu, ya?" Nora mengangguk senang. Kemudian mereka mulai bicara yang cukup serius.
"Berarti kamu akan tinggal sendiri?"
"Iya. Tapi setiap weekend, Papi minta aku pulang ke rumah. Jadi cuma nginap di rumahku nantinya cuma tiga hari."
"Sudah siap tinggal sendirian?"
"Yeah. Aku pernah tinggal sendirian, bahkan tinggal di negara orang."
"Oke," gumam Amanda. "Jadi, hal yang belum biasakan ..."
"Menghadapi laki-laki," sela Nora. Hal yang membuatnya masih didampingi seorang psikiater karena masih memiliki ketakutan terhadap manusia yang berjenis kelamin laki-laki bahkan telah masuk ke tahap membenci. Meski ia tak pernah menunjukkan kebencian yang berlebihan, tapi bersikap dingin jika ada seorang pria yang mendekatinya.
Amanda diam sejenak mengamati ekspresi Nora yang tadinya begitu rileks dan antusias saat membicarakan jika keinginannya sebentar lagi terwujud kini berubah menjadi datar.
"Kamu masih ingat saran saya ketika lima bulan saya menjadi dokter pribadi kamu?"
Nora mengerutkan keningnya mencoba mengingat. Kemudian ia menatap lekat Amanda. "Maksud Kak Manda menghadapinya?"
"Ya, menghilangkan rasa takut itu salah satunya menghadapinya. Waktu itu kamu menolak, dan saya memberi saran untuk berbaur, seperti pergi ke tempat keramaian seorang diri, menerima seorang laki-laki yang ingin mengenal kamu. Apa itu berhasil?" Nora hanya diam dan Amanda yang menjawabnya sendiri. "Enggak kan. Sudah hampir dua tahun kamu menjalani saran saya itu, tapi selalu gagal karena kamu kabur ataupun menghindar."
Amanda tersenyum tipis. "Almarhumah ibu saya pernah bilang, kalau kamu itu punya keinginan yang kuat makanya kamu bisa melalui hari-hari buruk yang pernah menimpamu dan sekarang kita bisa bicara satu sama lain."
Nora balas tersenyum tipis. "Beliau yang hebat sehingga membuat saya seperti ini dan gak kehilangan kewarasan."
Amanda menggeleng pelan. "Enggak Nora. Kami, para dokter psikiater hanya mendampingi para pasien, kesembuhan para pasien itu sendiri karena keinginan dan keyakinan mereka. Jadi, waktu itu kamu yakin, tapi sekarang kenapa gak yakin? Saya percaya kalau kamu bisa menghadapi dan menghilangkan rasa benci terhadap kaum adam. Karena gak semua kaum adam itu berniat buruk pada kamu."
Kemudian Amanda fokus mencatat hal-hal penting tadi.
"Jadi, aku harus menghadapinya?" tanya Nora pelan. Amanda menegakkan kepala dan mengangguk yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
I HATE MEN
ChickLit|OHMYSERIES-5| Apa yang membuatnya membenci sosok pria? Alasannya karena yang terjadi masa lalu. Membuatnya selama bertahun-tahun terus menerus bermimpi buruk. Membuatnya ketakutan setengah mati hingga menimbulkan perasaan takut terhadap lawan jeni...