27 | TERLAMBAT TAU

3.9K 646 74
                                    

"Mila lagi sakit, jadi gak bisa ikut les hari ini."

"Mila sakit apa?"

"Demam dan pilek."

"Semoga Mila cepet sembuh. Harusnya Pak Rizal hubungin saya saja. Gak usah langsung datang ke sini."

Rizal mengusap tengkuknya dan tersenyum tipis. "Kebetulan saya ada pekerjaan di sekitar sini, jadi sempat mampir untuk ngasih tau kamu."

Nora pun mengangguk dan tersenyum tipis.

"Oh ... kalau begitu saya pamit dulu." Rizal hendak berlalu, tapi ia merogoh tas ranselnya kemudian mengeluarkan satu batang cokelat. "Dari Mila buat kamu."

"Astaga anak itu. Kayaknya udah kebiasaan ngasih saya cokelat, ya?" Nora tersenyum geli dan menerima coklat tersebut. Tak lupa mengucapkan terima kasih. Rizal balas tersenyum dan sekali lagi pamit.

Sepeninggalan Rizal, Jihan yang sedari tadi diam mengamati dari dalam rumah, segera mendekat ke arah Nora.

"Itu siapa?"

"Oh itu omnya Mila. Kamu tau kan muridku yang satu itu?" Jihan kerap kali datang ke rumahnya, jadi wanita itu tau beberapa muridnya.

Jihan mengangguk pelan, tatapannya kembali tertuju pada mobil Rizal yang kini meninggalkan halaman rumah Nora. Kemudian kembali menatap Nora. Mengikuti Nora yang masuk ke dalam rumah dan menaruh cokelat tersebut ke dalam laci.

"Harusnya kamu gak terlalu ramah sama dia, Ra. Bukannya dia sering ngirimin kamu DM, ya? He's annoying."

Nora menegakkan pandangan menatap Jihan. Memang pernah memberitahu jika sejak membuka kunci akun instagramnya, ia kerap kali mendapat pesan dari beberapa akun, terutama dari berjenis kelamin laki-laki bahkan jumlah pengikutnya saat ini rata-rata dari kaum adam tersebut. Padahal, foto-foto ataupun video yang diunggah hanyalah aktivitas para muridnya yang melukis. Di akunnya tersebut, hanya foto masa remajanya yang terpampang, karena semenjak dewasa, ia tak pernah membagikan fotonya di media sosial ataupun berupa video.

Dan salah satu yang sering mengirim pesan padanya adalah Rizal. Jika ia membuat story, pasti pria itu mengirim pesan walau hanya berupa emotikon.

"Walau bagaimanapun dia wali muridku. Menjadi guru harus ramah, Han," balas Nora dengan senyum manis. Ia menepuk bahu Jihan dan mengajak wanita itu naik ke lantai dua. "Kamu mau minum apa?"

"Apa aja." Jihan duduk di sofa. Tatapannya tertuju pada bingkai yang ada di meja rak di bawah televisi. Mengalihkan tatapan pada Nora yang meletakkan minuman di atas meja.

"Kalau kamu mau tidur. Masuk aja di kamarku. Sebentar lagi murid-muridku datang."

Jihan mengangguk seraya meraih minuman dan meneguknya. Mengamati Nora yang kini fokus menatap layar ponselnya.

"Jadi ... gimana hubungan kamu dengan si Kala-Kala itu?" tanya Jihan. Selain Dokter Amanda, Jihan juga mengetahui kedekatan Nora dengan Kalandra.

"Em ... gak gimana-gimana." Nora menggeleng pelan. Jihan menangkap gurat sedih di wajah wanita itu.

"Sudah aku bilang kan. Dia bukan laki-laki yang pantas buat kamu, Ra." Meski Jihan tak pernah berkenalan ataupun bertemu dengan Kalandra, tapi wanita itu sudah mengambil kesimpulan tentang Kalandra. Apalagi saat mengetahui jika Kalandra adalah kakak dari Kalee.

"Kok kamu udah nyimpulin seperti itu?"

"Hanya menebak. Umurnya udah tiga puluh tujuh tahun, kan?" Nora mengangguk. "Dan katanya dia gak pernah pacaran selama ini?" Sekali lagi Nora mengangguk. "Kamu percaya?"

I HATE MENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang