Part 10

986 48 0
                                    

Tinggalkan jejak kalian!

Selamat Membaca💋

🌻🌻🌻

"Kalau penasaran ya tanya saja sama Fath langsung," kata Citra.

Nadia menghempuskan napasnya kasar. "Nggak mau. Nanti gue dikira kepo sama kehidupan dia."

"Kalau gitu lo harus berhenti pikirin Fath sama Bia," kata Putri.

Ketiga gadis itu tengah berkumpul di ruko tempat Nadia. Sudah beberapa hari ini, Nadia tak henti-henti menerka-nerka siapa orang tua Bia sebenarnya dan apa hubungan Fath dengan Bia yang sesungguhnya.

Bahkan setelah kejadian tempo hari, Nadia dan Fath tidak pernah bertemu kembali. Dan pada saat di sekolah juga, Nadia sebisa mungkin menghindari Bia dan berbicara seperlunya dengan Bia. Tentu saja hal itu membuat Bia uring-uringan sendiri dan melampiaskan kekesalannya pada Papi tercintanya alias Fath. Setiap Fath pulang, Bia selalu mengomel dan menyuruh Fath untuk menjelaskan segalanya. Namun Fath tetaplah Fath, dimulut mengiyakan lain dihati yang dilanda kebingungan.

Nadia mendengus mendengar perkataan Putri. "Gue cuma penasaran, Putri."

"Ya makanya tanya saja daripada lo nanti mati penasaran," celetuk Citra.

"Gengsi lo turunin dikit, Nad," ucap Putri. "Fath punya niat baik buat deketin lo lagi. Lo malah enggak welcome sama dia," imbuhnya.

"Dikira keset apa pakai welcome segala," sahut Citra.

Nadia meraup wajahnya kasar. "Lo tau sendiri usaha gue buat lupain dia bagaimana," katanya.

"Setuju juga sih sama lo, Nad. Fath dulu main minta putus, sekarang malah ngajak balikan lagi waktu lo sudah move on," kata Citra. "Eh, salah. Maksud gue, meski lo belum move on sepenuhnya sih dari Fath."

Nadia mendelik pada Citra. Sedangkan Citra hanya menaikkan sebelah alisnya menatap Nadia.

"Apa? Omongan gue ada yang salah? Nggak 'kan?" tanya Citra seperti orang polos memancing Putri untuk tertawa.

"Fath bukan ngajak balikan, Cit. Tapi langsung ngajak pengajuan terus nikah," ujar Putri setelah tawanya reda.

"Bukannya ngasih solusi malah bikin gue tambah puyeng," omel Nadia.

"Heh, Markonah! Menurut lo dari tadi gue sama Citra ngapain? Lo dikasih solusi malah gengsi. Makan tuh gengsi!" balas Putri mengomeli Nadia. 

"Lo terbelit sama asumsi-asumsi yang ada dipikiran lo, Nad," kata Citra. "Kayak Putri tuh, kebelit hutang."

"Ngarang! Gue mana pernah ninggalin hutang," balas Putri.

"Waktu itu makan mie ayam Bu Sul, lo main pergi begitu saja," kata Citra.

Putri berdecak. "Gue minta traktiran waktu itu. Bukan hutang sama lo," katanya.

"Gue enggak bagi-bagi traktiran waktu itu," bantah Citra.

Nadia menengahi keduanya. Jika semakin dibiarkan, malah akan semakin merambat kemana-mana.

"Intinya lo makan juga dibayarin sama Citra. Dan lo juga mau-mau saja bayarin makanannya Putri," ujar Nadia.

"Lo waktu itu pakekin gue guna-guna biar nurut sama lo ya, Put?" selidik Citra.

"Astaghfirullah, ini anak memang jiwanya benar-benar minta di ruqyah," geram Putri. "Sembarangan kalau ngomong!"

Nadia mengambil napas dalam dan menghembuskannya saat dua orang dihadapannya mulai lagi adu mulut. Nadia sedang banyak pikiran dan dua makhluk ciptaan Allah di hadapannya kini malah menambah rasa pusing di kepalanya.

AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang