Part 44

336 22 1
                                    

KALIAN BUTUH HIBURAN, AKU BUTUH VOTE KALIAN!

YANG BELUM VOTE BAB-BAB SEBELUMNYA HARAP MUNDUR DULU BUAT VOTE! TERUS BALIK LAGI KESINI! CEPETAN!

FOLLOW AKUN AUTHOR SEBELUM BACA!

GAK MENERIMA PENOLAKAN!

Happy Reading!

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌻🌻🌻

Sudah satu minggu Bia berada di rumah sakit. Satu minggu itu juga Bia seperti mayat hidup. Hanya membuka mata dan tidak mau membuka mulut untuk makan dan minum ataupun berbicara. Alhasil tubuh Bia semakin kurus dan hanya bertompang pada cairan saja.

"Ayo buka mulut, Bi," ujar Nadia pada Bia yang saat ini tengah membuka mata dan melamun menatap langit-langit kamarnya.

Sendok yang berisi bubur itu menggantung di udara tanpa ada yang memakannya.

Nadia menghembuskan napas pelan. Meletakkan sendok kembali ke dalam mangkuk berisi bubur yang masih utuh dan meletakkannya di atas nakas samping brankar Bia.

"Sampai kapan Bia mau begini, Nak?" kata Nadia.

Saat ini di ruangan Bia hanya ada Nadia yang menemani. Fath akan pulang dari bekerja sebentar lagi sementara kedua mertuanya sedang ada di luar kota untuk perjalanan dinas. Tadi siang, ada Putri dan Elisa yang menemaninya.

"Bia harus sehat. Katanya Bia mau bertemu dengan adek."

Masih sama tidak ada respon dari Bia. Nadia mengambil tangan Bia yang terbebas dari infus dan mengenggamnya.

"Bia tau? Mami kangen banget sama cerewetnya Bia. Mami kangen banget sama Bia yang adu mulut sama Papi."

"Banyak yang sayang sama Bia di sini. Bia jangan takut sendirian. Banyak yang melindungi Bia."

Nadia mengarahkan tangan Bia menyentuh perutnya yang sudah besar.

"Adek sampai kangen sama Mbak Bia karena nggak diajakin ngobrol lagi."

"Sapa Mbak Bia, Adek." Ucapan Nadia di respon gerakan dari dalam perutnya. "Adek kangen sama Mbak kesayangannya."

Bayi yang ada di dalam perut Nadia menendang-nendang kecil. Si bayi sepertinya tahu kalau Mbaknya tengah menyapanya meski tanpa berbicara.

"Adek kangen diajak ngobrol sama Mbak Bia, ya?"

Kali ini ucapan Nadia di respon tendangan yang lumayan kencang membuat Nadia sampai meringis sakit.

"Kalem, Adek. Mbak Bia nggak kemana-mana."

Nadia merasakan tangan Bia bergerak mengusap perutnya. Nadia menoleh ke arah Bia yang kini juga menatapnya.

AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang