Part 45

419 28 0
                                    

KALIAN BUTUH HIBURAN, AKU BUTUH VOTE KALIAN!

YANG BELUM VOTE BAB-BAB SEBELUMNYA HARAP MUNDUR DULU BUAT VOTE! TERUS BALIK LAGI KESINI! CEPETAN!

FOLLOW AKUN AUTHOR SEBELUM BACA!

GAK MENERIMA PENOLAKAN!

Happy Reading!

🌻🌻🌻

Bia sudah pulang dari rumah sakit sejak lima hari yang lalu. Sejak saat itu juga Bia tidak pernah keluar rumah dan hanya selalu berada di kamar. Keluar dari kamar hanya saat makan saja. Bia masih takut, Nadia tidak bisa memungkiri itu.

Untuk sekolah, Fath sudah mengurusnya. Untungnya pihak sekolah bisa mengerti dan memberikan izin pada Bia sampai sembuh. Pihak sekolah pun janji tidak menyebarluaskan berita tentang Bia.

Tok... Tok... Tok...

"Bia, sudah waktunya makan siang," kata Nadia sesudah membuka pintu kamar Bia.

Nadia mendapati Bia tengah duduk di samping ranjang menghadap ke arah jendela luar. Entah berapa lama Bia tetap pada posisi seperti itu.

Bia memang sudah bisa diajak bicara. Tapi hanya akan diam ketika dia tidak ditanya. Semenjak kejadian itu, melamun sudah menjadi hobi Bia.

Nadia melangkah menghampiri Bia. "Bi, ayo makan," ajaknya merangkul bahu Bia setelah mendudukkan dirinya di samping Bia.

Bia mengerjapkan matanya. "Bia nggak lapar, Mi."

Nadia menaikkan sebelah alisnya. "Yakin?" tanyanya.

Bia mengangguk. "Bia mau tidur saja."

Nadia menghela napas. Dia tidak bisa memaksa. "Ya sudah, Bia tidur siang," katanya.

"Sama Mami," ujar Bia.

"Iya, Mami temani."

Bia berbaring di ranjang diikuti Nadia yang ikut berbaring juga di sebelahnya. Bia memeluk Nadia dari samping. Tidak bisa erat karena terhalang perut Nadia yang besar.

"Mami?"

"Kenapa, Nak?"

"Mami sayang Bia 'kan?" tanya Bia.

Nadia mengusap kening Bia dan menciumnya. "Sayang. Mami sayang banget sama Bia."

"Bia rasanya capek banget, Mi," ucap Bia.

Nadia terdiam sesaat. "Bia kalau capek istirahat. Nanti kalau sudah hilang capeknya, Bia bisa mengejar mimpi lagi."

"Mami, maafin Bia, ya?" kata Bia.

"Mami selalu memaafkan Bia," jawab Nadia. "Bia harus selalu ingat. Kalau Bia capek, ada Papi dan Mami sebagai rumah untuk Bia pulang. Hm?" sambungnya.

Bia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Nadia yang tidak memakai hijab. Nadia mengusap punggung Bia dengan sayang.

"Bia mau cerita sesuatu?" tanya Nadia.

Bia terisak. "Bia mau cerita. Tapi berat," ujarnya di sela-sela isakannya.

"Nggak apa-apa, pelan-pelan, Mami siap dengar semua cerita Bia.

"Bia benci dia, Mami," ucap Bia.

Nadia jelas tahu dia yang dimaksud oleh Bia. Ayah kandung Bia, Danes.

Bia sudah melakukan pertemuan beberapa kali dengan seorang psikolog. Bia mulai berani bercerita sedikit demi sedikit pada Nadia.

AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang