Part 12

832 42 0
                                    

Selamat membaca💋

Tinggalkan jejak kalian!

🌻🌻🌻

"Ayo masuk."

Nadia melirik ke arah Fath. Jantung gadis itu berdetak tak karuan karena baru pertama kali mengunjungi rumah laki-laki lain yang menyandang status sebagai mantan terindahnya.

Fath mengulum senyum melihat kegugupan Nadia. "Pengennya sih aku gandeng masuk, tapi belum halal."

"Fath!" protes Nadia kesal.

"Harusnya dari awal kita ketemu waktu itu kamu panggil nama aku. Bukan malah panggil bapak. Berasa tua banget," celoteh Fath.

Nadia memutar bola matanya malas. "Yang tadi khilaf," balas Nadia.

Regina yang mendengar ribut-ribut di luar pun muncul dari balik pintu. Nadia yang melihat Regina langsung memasang wajah penuh wibawa. Nadia tidak mungkin menjatuhkan harga dirinya di hadapan ibu kandung dari mantannya. Ya meskipun harga diri Nadia sebenarnya sudah jatuh dimata sahabat-sahabatnya.

"Fath? Kenapa nggak langsung masuk?" tanya Regina.

"Nadia gugup katanya, Ma," jawab Fath membuat Nadia mendelik kesal ke arah laki-laki itu.

Regina mengulas senyum yang menawan dimata Nadia.

"Assalamu'alaikum, tante," sapa Nadia seraya menyalami tangan Regina.

"Wa'alaikumsalam," jawab Regina ramah. "Ya ampun! Akhirnya Fath bawa kamu ke rumah juga. Tante sudah lama nunggu kamu mampir ke rumah," imbuhnya.

Nadia memasang wajah bingung sekaligus tidak enak. "Iya, tan. Soalnya Nadia juga sibuk sama urusan pekerjaan," jawab Nadia apa adanya.

Regina menggiring Nadia masuk ke dalam rumahnya. Sementara Fath menyusul di belakang dengan senyuman yang tak pernah luntur di wajahnya memandang dua orang yang dia cintai tengah berjalan beriringan di hadapannya. Sekarang pikiran Fath jadi membayangkan jika membina rumah tangga dengan Nadia. Betapa indahnya dunia haluan bagi Fath.

"Anggap saja rumah sendiri, sayang. Jangan sungkan-sungkan," ucap Regina. "Fath cerita kalau dulu dia yang putusin kamu. Tante banar-benar nggak habis pikir sama isi kepalanya dia. Bisa-bisanya dia putusin kamu yang menantu-able ini," kata Regina lagi. Kini ketiga orang itu tengah duduk di ruang tamu.

Nadia terkekeh garing. "Nggak juga, tan. Nadia masih banyak kurangnya."

"Kata Bia kamu sahabatnya Elisa ya?" tanya Regina.

"Iya, tan. Kami sudah bersahabat dari SMP," jawab Nadia.

Kini Regina menatap tajam Fath. "Benar-benar nggak habis pikir sama kamu, Fath. Dan Mama yakin kalau Nadia juga waktu itu nggak terima diputusin sama kamu."

"Yang sudah lalu biarlah berlalu, tan. Nadia juga enggak mau terlalu terpaku sama masa lalu. Bagi Nadia, masa lalu itu untuk pelajaran agar di masa depan kita tidak salah lagi dalam melangkah," jelas Nadia.

"Tante semakin yakin kalau Fath benar-benar orang yang bodoh sudah menyia-nyiakan kamu," balas Regina.

"Oh iya," kata Nadia teringat sesuatu yang berada di genggamannya. "Nadia bawa puding buat Bia."

"Makasih banyak loh, sayang. Jadi ngerepotin kamu," jawab Regina menerima paperbag dari Nadia.

"Sebenarnya bukan Nadia sendiri yang buat pudingnya, tan. Tapi Mama," jujur Nadia sedikit malu.

Fath mengulum senyumnya mendengar perkataan Nadia. Entahlah, sedari berkunjung ke rumah Nadia tadi rasanya Fath terkena happy virus yang membuatnya tersenyum terus. Siapa lagi virusnya kalau bukan Nadia, pujaan hatinya.

AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang