Part 43

383 24 2
                                    

KALIAN BUTUH HIBURAN, AKU BUTUH VOTE KALIAN!

FOLLOW AKUN AUTHOR DULU BARU BACA!

Happy Reading!

🌻🌻🌻

Bulan sudah menggantikan tugas matahari. Tangan Nadia sudah terbebas dari infus sejak dua jam lalu. Seusai menunaikan ibadah shalat isya, Nadia beranjak ke kamar mandi untuk menuntaskan hajatnya. Regina tadi pamit pulang bersama dengan Abizar untuk mengambil keperluan Bia dan Nadia selama berada di rumah sakit. Sementara Fath, pria itu pamit keluar untuk mencari makan malam.

Selesai menuntaskan hajatnya di kamar mandi, Nadia merasa bahagia saat melihat Bia yang sudah membuka matanya. Perasaan haru menyelimuti hati Nadia.

"Bia?" panggil Nadia yang tidak ada sahutan sama sekali dari Bia.

Bia menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Hal itu membuat hati Nadi teriris.

Nadia duduk di kursi samping ranjang Bia. Memegang tangan Bia yang bebas dari infus dan menggenggamnya erat.

"Bia nggak sendiri, ada Mami dan Papi di sini, sama kamu," ucap Nadia.

Tetap sama, Bia sama sekali tidak merespon ucapan Nadia. Air mata Nadia merembes keluar dari tempatnya dengan cepat juga Nadia menyekanya.

"Bia mau makan? Tadi makanan kamu sudah dikirim oleh suster."

"Nak, kamu nggak sendirian. Kita semua ada sama kamu. Jangan takut lagi. Kita semua akan melindungi Bia."

Nadia terus melontarkan kalimat positif pada Bia. Tidak ada orang yang mau dilecehkan, apalagi dilecehkan secara seksual. Tindakan pelecehan seksual sangat menyakiti korban, terutama secara psikis. Dalam beberapa kasus, mungkin tidak terlihat perubahan secara fisik pada korban pelecehan seksual, tapi dampak secara mental biasanya berkepanjangan dan terus menghantui korban. Itu yang Nadia tahu.

Di luar sana, banyak masyarakat yang malah menyalahkan si korban. Misalnya saja dengan pakaian si korban yang terlalu seksi, terbuka, atau bertingkah menggoda sehingga wajar untuk dilecehkah. Respon masyarakat inilah yang kadang membuat Nadia merasa miris. Ternyata masih banyak individu yang gagap merespons ketika ada seseorang yang mengaku telah menjadi korban pelecehan seksual.

Nadia berhenti sejenak saat pintu ruangan Bia dibuka. Ada Fath di sana dengan membawa beberapa bungkus makanan untuk mereka.

"Assalamu'alaikum," ujar Fath.

"Wa'alaikumsalam," jawab Nadia.

"Bia sudah bangun?" tanya Fath.

Nadia mengangguk. "Sudah, tapi nggak mau bicara. Dari tadi pandangannya kosong," jawab Nadia sedih.

Fath meletakkan makanan yang dia bawa di meja kemudian berdiri berseberangan dari duduk Nadia. Perlahan, Fath menggerakkan tangannya untuk menyentuh rambut Bia.

"Bia?" panggil Fath.

Bia mengerjapkan matanya sekali. Kedua matanya berkaca-kaca menahan tangis.

"Pergi!"

"Lepasin!"

"Jangan sentuh!"

"Sakit!"

Racau Bia dengan tangisannya yang meraung-raung. Bia memukuli kepalanya sendiri dan bahkan menggosok kedua lengannya hingga memerah.

"Bia kotor!"

Bahkan infus yang tertancap di tangan Bia pun sudah mengeluarkan darah.

Fath berusaha menenangkan Bia. Fath memegang tangan Bia berusaha menghentikan pergerakan tangan Bia agar tidak menyakiti dirinya sendiri.

AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang