14

111 11 0
                                    






Setelah selesai dengan sedikit debatan dengan dua anaknya, ia mencoba untuk pergi mengistirahatkan tubuhnya.

Kakinya melangkah menuju kamarnya, namun langkahnya sejenak terhenti ketika menoleh kearah salah satu kamar....kamar gadis kecilnya

Ia berdiri didepan pintu berwarna biru gelap sembari terdiam sejenak

"Apa udah tidur?" lirihnya ketika kemudian tangannya terulur memutar kenop pintu

Ia menyembulkan kepalanya kedalam kamar untuk mengintip, mungkin mereka bisa berbincang sedikit untuk hari pertamanya sampai dirumah jika putrinya masih bangun

Melangkah masuk kedalam sembari menelisik sekitar ketika ia menghela nafas pelan, menatap sosok gadis kecilnya yang sudah bergumul dibalik selimut. Ia sedikit tersenyum sebelum akhirnya mendekat dan duduk disisi ranjang tanpa menimbulkan suara agar tak membangunkan buah hatinya

Tangannya perlahan terulur mengusap lembut rambut putrinya, rasanya ia ingin memeluk gadis kecilnya saat ini juga, betapa ia merindukan putri kecilnya ini

"Gimana kabar kamu sayang? Baik atau gak? Ayah pengen nanyain itu dari tadi. Cape banget ya sampe tidurnya cepet banget, gak papa tidur aja dulu besok kita bisa cerita banyak kan" ucap Ayah sembari terus mengelus lembut rambut putrinya Lana, menatap wajahnya yang terlihat begitu damai saat tertidur

"Maafin Ayah ya nak, selama ini kamu pasti sakit banget. Sendirian trus disini, selagi Ayah gak dirumah kamu sering dapat perlakuan gak adil dari Abang ya? ayah minta maaf ya" ucap Ayah terus menatap dalam wajah Lana dengan perasaan campur aduk

Tanpa sadar air mata itu keluar dengan sendirinya jatuh ketika memori kilas balik yang terus berputar diotaknya kala mengingat pertumbuhan Lana yang begitu menyakitkan sampai saat ini

"Ayah blom bisa buat kamu bahagia, Ayah blom bisa buat senyuman itu hadir diwajah kamu, ayah ngerasa gagal buat jadi orang tua kamu satu satunya. Seandainya bunda gak pergi, mungkin ini gak akan terjadi sama kamu sayang. Semuanya yang terjadi bukan salah kamu, ini semua salah Ayah, andai waktu itu ayah bisa ngertiin abang kamu, pasti ini semua gak akan terjadi, Ayah hiks ayah minta maaf" lirih sang Ayah dengan air mata yang semakin lama semakin deras jatuh membasahi kasur

"Maafin ayah, ayah tau kamu kuat banget selama ini, maafin ayah karna gak selalu ada pas kamu lagi butuh, maafin ayah sayang maafin ayah hiks" ujar sang ayah masih terus sesegukan sembari menunduk dalam

Melihat wajah Lana membuatnya semakin yakin bahwa ia adalah orang tua terjahat diseluruh dunia, tega menyiksa anaknya yang bahkan tak tau apa apa baik secara rohani maupun fisik

Ia masih setia mengelus rambut Lana, sampai akhirnya Lana menggeliat kecil dan berguling berpindah posisi tidur membelakanginya

"Aduhh kok ayah malah nangis haha untung kamu nggak liat, yaudah Selamat tidur sayang, ayah balik ke kamar dulu, Besok kita bakal mulai hari baru lagi" ucapnya kemudian mencondongkan tubuhnya dan mengecup lama pucuk kepala putrinya sebelum akhirnya berjalan dan menghilang dibalik pintu

Tanpa disadari setetes air mata jatuh dari kelopak mata gadis yang saat ini tengah berusaha tetap memejamkan matanya dan menahan tangis



...



Pagi minggu memang terasa lebih ringan dibanding hari lainnya, sudah menjadi kebiasaan setiap pagi sang Ayah selalu maraton mengelilingi komplek rumah dan pulang dalam keadaan berkeringat

"Udah lama Ayah gak lari bareng anak anak ganteng Ayah" ucap ayah sembari membuka sepatunya setelah berhasil mengajak kedua putranya untuk ikut lari pagi selama hampir satu jam

Devan langsung terduduk di sofa sembari mengipas ngipas lehernya dengan handuk kecil dibahunya

"Umur ayah berapa sih kok gak capek lari tiap pagi minggu sejauh jauh itu huh huh" ucap Devan ngos ngosan

"Kaya gak tau ayah aja" sambar Vandra berdiri dengan mengelap keringat didahinya

Sang Ayah hanya tersenyum kala melihat anak anaknya yang sudah bertumbuh dewasa hingga berani mencibirnya, lucunya bahkan tinggi mereka sudah mengalahkan ayahnya ini

"Biar kalian sehat, olahraga itu penting. Masa calon bapak dokter nanti gampang sakit"

"Yee kita berdua itu dokter bukan olahragawan kalee" ujar Devan yang berujung galak tawa bagi ayah dan Vandra

Saat sedang asik tertawa seseorang datang dari arah belakang dengan membawa 3 gelas susu coklat

"Abang sama Ayah udah pulang, gimana lari paginya. Maaf Lana gak bisa ikut gabung tadi kesiangan bangun nya haha" ujar Lana tertawa sembari menyajikan gelas susu diatas meja

"Gak ada juga yang ngajak lo" Lana hanya menatap Devan sembari tersenyum ketika mendengar kalimat ketus itu

"Devan jangan mulai" ucap Ayah datar membuat Devan langsung memutar matanya malas

"Iya tadi cuman keliling sini sini aja gak jauh jauh, waahh apa itu" ucap Ayah sembari menghampiri Lana dan menatap susu dan sepiring makanan yang ada diatas meja

"Ohh ini tadi Lana buatin ini untuk kalian supaya bisa ngisi energi lagi, jadi Lana buatin susu coklat sama sandwich" ucap Lana menaruh sembari menyodorkan pada sang Ayah

Lana kemudian bergerak untuk menyodorkan satu gelas susu kepada Devan namun langkahnya terhenti kala Devan berdiri dan berlalu tak peduli menuju ke kamar

"Devan mau mandi yah, disini bau busuk" ucap Devan masuk kedalam kamarnya

"Devan" panggil Ayah tegas namun tak dihiraukan

"Vandra kamu duduk sekarang, adek kamu udah susah susah buatin ini, Ayah tau kamu lebih nurut dibanding Devan" Vandra yang hendaknya ingin ikut pergi seketika kembali terduduk ketika mendengar perintah Ayahnya

Lana tersenyum kemudian memberikan sandwich tersebut kepada Vandra, Lana sangat bahagia kala Vandra membalas tatapanya walaupun hanya sekilas

"Ini untuk ayah" ucap Lana sembari menyodorkan satu sandwich pada sang ayah

"Makasihh" ucap ayah girang sembari meminum susu coklat dan menikmati sandwich

Lana menunggu reaksi dari ayahnya setelah menyicipi buatanya

"Hmm enak banget" seketika senyum Lana melebar mendengar ayahnya yang merasa puas pada makanan buatannya

"Gimana Van enak kan roti buatan adik kamu" ucap Ayah meyakinkan, Lana seketika ikut menatap Vandra yang diam tak merespon, ia menelan saliva ketika melihat Vandra yang bersikap tak peduli sampai akhirnya Vandra menganghuk satu kali

Saat itu lah senyuman Lana kian melebar, ingin sekali rasanya ia terbang kala abangnya telah memuji masakanya walaupun secara tidak langsung dan terpaksa

Senyumannya tak memudar sama sekali, rasanya benar benar bahagia sekali. Seperti ada ribuan kupu kupu diperutnya yang menggelitik

"Kalo gitu menjelang ayah sama abang selesai mandi, Lana bakal nyiapin sarapan dulu, Lana bakal buatin makanan kesukaan kalian bertiga" Lana tersenyum kemudian berdiri dan berjalan dengan penuh riang menuju dapur

Senyum Ayah seketika terbit kala melihat anaknya yang berjalan riang menuju dapur dengan semangat pagi baru setelah dipuji oleh saudaranya, bahkan masih bisa terlihat dari sini Lana yang terus tersenyum senang sembari menyiapkan bahan masak

Mungkin itu menjadi energi penyemangat bagi Lana untuk hari ini





enolATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang