Suara detik jam terdengar memenuhi ruang keluarga, dua orang pria duduk disana sibuk dengan pikiran masing masing
"Waktu itu gue sempet liat dia beberapa kali luka tapi anehnya dia sendiri bahkan nganggep itu hal biasa, gak ada respon kesakitan sama sekali seakan itu udah sering terjadi. Gue nyoba buat gak kepikiran tapi itu bener bener ganggu gue selama ini" ucap Vandra menunduk sembari menatap foto dari surat diagnosa yang sempat ia ambil
"Lo pasti tau bang nenek juga pernah kena penyakit ini, kita gak bisa diem aja, ini bahaya...lo dengerin gue gak sih" teriak Vandra sedikit kesal ketika menatap Devan yang terlihat tak peduli dengan keadaan
"Trus lo mau apa setelah ngasih tau ini ke gue? lo mau gue nemuin dia dan bawa dia pulang? cih gue mending nyium tai kuda daripada harus nemuin dia, lagian gak ada pengobatan yang bisa nyembuhin penyakit itu. So mau diapain? Dia cuman bisa sembuh dengan mati busuk"
"Jaga mulut lo bang" geram Vandra dengan gigi terkatup menatap Devan marah
"Lah emang gitu faktanya, gue gak peduli mau dia kena CIPA kek mau asma kek mau mati kek gue gak peduli, selagi dia gak ada didepan gue, gue tentram dah itu doang" ucap Devan yang kemudian kembali menunduk menatap ponselnya tanpa peduli apapun dengan ucapan Vandra
"Lo gila bang! bisa bisa kita diamuk Ayah kalo sampe terjadi sesuatu sama dia, lo ngerti gak sih?!!" Teriak Vandra yang spontan berdiri menatap Devan tak terima
Sedangkan Devan pun ikut terpancing karna mendengar Vandra yang terus berteriak padanya
"Lo pikir gue peduli, lagian Ayah juga gak tau kan!!"
"Ayah tau, gue yang ngasih tau tadi malem, dia bakal pulang lusa"
"Hahha aneh gak sih Van, lo kok jadi peduli banget ke dia? Kenapa? Lo suka sama dia? Atau lo udah mulai sayang sama dia" Devan tertawa sarkas sembari menatap Vandra
"Itu gak penting sekarang!"
"Trus apa yang penting?! kalo lo nganggap ini gak penting yaudah diemin aja, selesai kan. Lo mulai peduli sama dia, lo mulai kebuka, kenapa? apa karna lo udah tau tentang penyakit dia? hahha anjing lo Van!! lo ngehianati gue" teriak Devan diakhir kalimatnya sembari menatap Vandra emosi, membuat Vandra sejenak terdiam sembari menghela nafas
"Bukan gitu bang" lirih Vandra sedikit melembut
"Apanya yang bukan gitu? emang gitu kenyataanya!! lo sama Ayah sok peduli karna rasa bersalah kalian ke bunda, gue muak ngeliat muka muka sok peduli kalian padahal kalian sebenernya juga gak pernah peduli sama dia!! Persetan Van, gue gak akan pernah peduli sama dia mau dia mati sekalipun dan gue pun juga gak sudi buat nginjak kuburannya bahkan pas dia mati" teriak Devan berdiri menatap Vandra nyalang
"Lo sama Ayah lebih munafik daripada gue" ucap Devan penuh penekanan
Emosinya benar benar memuncak, dengan tatapan tajam terakhir Devan kemudian berjalan penuh amarah meninggalkan Vandra yang menunduk dan terduduk disofa sembari menghela nafas panjang, merasa frustasi
...
Vandra berjalan dikoridor rumah sakit dengan membawa bunga dan parsel, ini tidak terlalu formal bukan hanya untuk menjenguk seseorang
Ia menggigit bibirnya gugup sembari terus menghembuskan nafas kasar, tangannya terulur menyentuh dadanya yang berdegup begitu kencang. Meskipun begitu, ia menguatkan hatinya dengan teguh pendirian
Terdiam sejenak disana untuk menetral kan rasa gugupnya, saat ia meremat buket di tangannya sembari menghembuskan nafas dengan siap
Dengan bertekad ia kemudian meraih kenop pintu saat ia sedikit mengintip kedalam, menatap dari kejauhan tepat dimana ia melihat sosok gadis yang duduk diranjang menatap kearah jendela dengan sebuah mangkuk dipangkuannya
"Ngapain lo disini"
Sontak ia terlonjak kaget ketika mendengar seseorang bicara dibelakangnya, saat ia berbalik mendapati sosok pria jangkung menatap datar kearahnya
"Leo"
"Kalo gak ada kepentingan disini mending lo pergi, lo cuman ngerusak pemandangan" ucap Leo dingin sembari menatap tajam kearah pria didepannya seakan menyuruh untuk menyingkir dari jalan, Leo menatap tak peduli saat kemudian tangannya terulur untuk memutar kenop pintu
"G-gue mau ketemu Lana" sontak Leo menghentikan gerakannya sejenak kemudian berbalik
"Lo ngigau ya? Hahha kayanya gue harus liat cuaca hari ini dulu deh, Seorang Vandra mau ketemu sama adiknya? Mengerikan" Vandra hanya diam sembari menghela nafas ketika mendengar ucapan Leo
"Untuk apa? lo mau buat surat perjanjian sama dia biar dia gak masuk kerumah lo lagi? nanti gue sampein ke dia. Malahan bagus kalo dia lebih milih pergi dan tinggal dirumah gue, jadi lebih aman dan tentram" ucap Leo dengan senyum sinis menatap Vandra
"Gue...mau minta maaf" lirih Vandra sedikit menunduk
Leo terdiam sejenak setelah mendengar ucapan Vandra. Saat kemudian tawa mengejek keluar dari mulutnya
"Apa? Coba ulangi gue gak denger"
"Gue mau minta maaf sama dia atas semuanya" Vandra mendongak menatap Leo dengan keyakinan penuh
"Heh lo sakit atau lagi gila? Aduhh kayanya dokter baru kita satu ini butuh dokter, yaudah nanti gue panggil temen gue. Ngeri juga kalo lo ngelantur kaya gini--"
"Gue serius!! Udah lah minggir, ini bukan urusan lo" teriak Vandra memotong ucapan Leo
"Eitss siapa yang ngizinin lo masuk? Gue gak mau buat dia nantinya makin sakit setelah ngeliat lo. Kalo lo kesini cuman bawa penyakit untuk dia, mending lo pergi. Gue gak main main, Lana udah cape kalo disuruh terus terusan dan gue benci ketika ngeliat dia nangis terlebih nangisin manusia kaya lo. Jadi lo pikir pikir dulu, ada manfaatnya gak kedatangan lo kesini" ucap Leo menatap Vandra datar, memperingati pria itu dengan otoritas tinggi
"Yang mau buat dia nangis itu siapa tolol, lo gak denger gue barusan bilang apa? Lagian lo gak punya hak buat ngelarang gue ketemu sama dia, gue abangnya"
"Haha abangnya? Lucu banget? serius lo ngakuin diri lo abangnya? kayanya otak lo bener bener korslet, Bukannya selama ini lo gak pernah nganggap dia adek lo? jadi kenapa sekarang tiba tiba dateng trus bilang kalo lo 'Abangnya'....ohh gue tau, lo ngerasa bersalah tentang diagnosa penyakit dia sekarang? Iya? hahaha kebaca banget. Giliran udah kaya gini baru mau bilang minta maaf. Bro, kemaren lo kemana aja pas dia lagi sekarat sama hatinya, bajingan bangsat gak tau malu kaya lo itu bener bener gak pantes dapat maaf!!" Geram Leo mendekat kearah Vandra dengan tatapan tajamnya, berusaha tetap tenang walaupun rasanya ingin meledak saat ini
"Gue--" Vandra menelan saliva kasar, tak dapat melanjutkan kata katanya ketika perkataan Leo benar benar menampar keras dirinya
Vandra kemudian menunduk dalam merasa bersalah. Benar, mungkin jika ia tak mengetahui tentang ini semua, ia akan terus tutup mata selama ini. Mengapa penyesalan selalu datang diakhir seperti ini dan mengapa ia baru sadar sekarang
"Sial"
KAMU SEDANG MEMBACA
enolA
Teen FictionMenjadi anak bungsu tidaklah serta merta menjadi anak yang paling disayang, anak yang paling dimanja dan anak yang paling dijaga Terkadang ada suatu hal yang mengharuskan semua orang membenci keberadaan diri kita sendiri. Teman, kerabat, orang orang...