'Kenapa devan'
"Bunda"
'Kamu terlalu jauh Devan, bahkan sehelai rambut kamu pun gak bisa digapai untuk mutiara bunda'
'Abang aku udah ketemu bunda, barusan dia ngajak buat ikut'
"Bunda"
'Nanti aku bakal ceritain semuanya ke bunda, liat bunda udah genggam tangan aku disini aku bakal istirahat tenang dipangkuan bunda'
'Bunda gak marah tapi dengan gini bunda bakal kembali genggam mutiara yang bunda tinggalin disini. Selamat tinggal Devan'
'Dadah kesayangan Lana'
"BUNDA!!" Devan terduduk dengan nafas terengah engah dan keringat yang membanjiri pelipisnya
Mimpi apa itu? Sial itu mengerikan. Aneh sekali, sangat jarang ia bermimpi ibunya seperti saat ini. Ia terdiam sejenak sembari menelan saliva kasar saat helaan nafas keluar dari mulutnya
Ia diam mengatur nafasnya, menunduk sembari menenangkan diri. Untuk terakhir kalinya ia menghela nafas sebelum kemudian menoleh kearah jam dimeja nakas yang menunjukkan pukul 7 malam. Sial, sepertinya ia ketiduran setelah pulang kerja
Tanpa memikirkan apapun lagi, Ia berdiri kemudian masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri, membasahi kepalanya untuk meredakan rasa aneh yang datang dihatinya setelah mimpi itu
Mencoba mengabaikan semuanya karna itu hanyalah bunga tidur, ia lekas bersiap sebelum kemudian melangkah keluar kamarnya dan berjalan menuruni tangga. Saat menemukan sang ayah yang sudah duduk didepan meja makan
"Ehh udah bangun, gimana? jadi kamu take off malam ini?"
"Hmm jadi yah, nih juga bentar lagi paling udah ditelpon buat berangkat ke bandara" ucap Devan yang kemudian duduk disamping Ayahnya untuk ikut makan malam
"Yaudah nanti Ayah anter ke bandara, kamu udah pamit ke adek adek kamu?" Sontak gerakan Devan yang hendak menyendok nasi seketika terhenti sejenak, perlukah?
"Nanti"
Sebenarnya besok adalah hari libur untuknya, namun rumah sakit meminta agar ia ikut bekerja menjadi relawan untuk kota yang baru baru ini mendapat bencana alam
Mau tak mau ia harus ikut satu minggu kedepan membantu senior yang menunjuknya sebagai orang kepercayaan
Namun entah kenapa semenjak bangun tidur ia merasa tak begitu berselera untuk melakukan apapun, seperti ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya
"Ayah siap siap dulu ya, kamu juga prepare apa aja yang perlu dibawa" Devan mengangguk singkat sembari melanjutkan makan malamnya
Ia membuka ponselnya kemudian mengetuk tombol vidio call, tak berselang lama panggilan pun diterima
"Lo dimana?"
"Rumah sakit? Napa?"
"Masih dirumah sakit lo jam segini? Gue mau pergi lo gak mau ngasih salam perpisahan"
"Ngapain? Gak penting banget, udah kek mo mati aja lo"
"Vandra lo gak ada sopan sopannya ya sama abang sendiri"
"Halah cuman beda 5 menit doang juga"
"Sama aja gue juga abang lo tolol"
"Iya iya ati ati dijalan nantik pulangnya kalo bisa bawa gue oleh oleh"
"Heh kakek lampir, gue keluar kota itu bukan buat berjemur goblog gue tuh kesana buat jadi relawan. Bisa bisanya lo malah minta oleh oleh, lo kata gue mau ke Hawai apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
enolA
Teen FictionMenjadi anak bungsu tidaklah serta merta menjadi anak yang paling disayang, anak yang paling dimanja dan anak yang paling dijaga Terkadang ada suatu hal yang mengharuskan semua orang membenci keberadaan diri kita sendiri. Teman, kerabat, orang orang...