Devan menggigit bibirnya kuat, sial perasaan itu kembali muncul. Semenjak mimpi itu, membuatnya terus merasa was was, terlebih pada gadis ini. Ia merasa terombang ambing bahkan sekarang, bagaimana bisa ia masih terus egois dihadapan gadis yang sedang kesakitan seperti ini, sedangkan ia adalah dokter
"Tarik nafas lo pelan terus buang pelan pelan, ikutin suara gue. Pendarahan lo bisa semakin parah kalo gak bisa ngontrol tekanan jantung lo" Lana mengangguk pelan kemudian mengikuti ucapan Devan dengan seberusaha mungkin mengatur nafasnya
Devan terus memperhatikan Lana yang mencoba menstabilkan pernafasannya. Genggaman itu semakin erat ditangannya saat melihat gadis dipangkuannya meringis merasakan sesak di dadanya. Bagaimana bisa seorang dokter sepertinya hanya bisa diam saat melihat seseorang dalam kondisi seperti ini. Sial ini menyebalkan
Setelah beberapa saat Lana hanya diam dengan nafas yang memelan, Devan bahkan bisa merasakan betapa lemas nya tubuh gadis ini sekarang. Bagaimana bisa ini semua terjadi? Seharusnya tidak seperti ini? Apa semua ini salahnya? Hingga harus melibatkan seseorang yang seharusnya ia benci seumur hidup?
"Lana...pengen ketemu bunda huh hahha" Devan yang tadinya menatap khawatir kini seketika mematung, jantungnya berdegup kencang kala mendengar ucapan lirih yang terlontar dari mulut gadis ini
"Gak usah ngomongin hal tolol, gak bakal gue biarin lo mati" sanggah Devan tak terima
"Kenapa? Lana kangeen banget sama bunda, liat...bunda berdiri disana manggil Lana. Abang....Lana pengen ikut" Devan seketika mengikuti arah pandang gadis itu, menatap kearah depan yang hanya memperlihatkan bekas kontainer yang berserakan
Tubuhnya begitu lemas sekarang, ia sudah mencapai batas maximal tubuhnya. Saat seluruh tubuhnya terasa begitu kebas, ketika yang bisa ia lihat hanya darah segar yang terus keluar dari perutnya, mungkin jika ia bisa merasakan sakit saat ini ia sudah menutup mata
"Nggak gak boleh lo gak boleh ketemu bunda, gue gak akan biarin itu terjadi" Lana mendongak bingung menatap Devan setelah mendengar sanggahan pria itu
Matanya sedikit berkedip ketika merasakan sebuah air menetes di wajahnya, apakah hujan?
"Abang...hujan...abang harus neduh, Lana gak papa disini...nanti baju Abang basah" lirih Lana sembari mendongak menatap wajah Devan yang semakin kabur dalam pandangan nya
"Gue...gak akan ninggalin lo sendirian. Gue bakal disini sampe pertolongan dateng. Sampe saat itu, gue...mohon jangan mati hiks" isak tertahan keluar dari mulut Devan membuat Lana terdiam kaku
Ada apa? Mengapa Devan terisak? mengapa Devan menangis? apa ia mengatakan sesuatu yang salah? katakan bahwa ia salah dengar, Devan mengatakan hal yang selama ini tak pernah ia sangka. Mengatakan sesuatu yang menyiratkan seakan menginginkan kehidupan darinya, membuatnya seketika tersenyum kecil
"Lana itu kuat, Lana gak akan mati cuman karna luka kecil kaya gini...luka ini bahkan gak sakit, ini cuman luka kecil....jangan khawatirin Lana ya, khawatirin luka abang dulu pasti sakit kan. Bagi Lana cuman dapet pelukan abang aja Lana pasti sembuh kok hahha kalo seandainya Lana mati pun Lana pasti mati dengan bahagia hhaha..Lana--" sontak ucapannya terpotong kala merasakan kehangatan mengalir dalam tubuhnya
Matanya sedikit membola kala melihat punggung Devan dari sini, merasakan sebuah tangan yang menarik erat dirinya ke dalam dekapan hangat ini. Membuatnya terdiam dengan tubuh kaku tak percaya, ini mimpi kah? atau hanya imajinasinya? mungkinkah hanya halusinasi? tapi ia terasa hangat dan nyata
Tanpa sadar air matanya merembes keluar tak percaya tentang apa yang ia rasakan saat ini. Matanya melirik kearah punggung Devan yang masih memeluknya, saat merasakan pelukan itu yang semakin mengerat dengan tubuh yang bergetar
KAMU SEDANG MEMBACA
enolA
Teen FictionMenjadi anak bungsu tidaklah serta merta menjadi anak yang paling disayang, anak yang paling dimanja dan anak yang paling dijaga Terkadang ada suatu hal yang mengharuskan semua orang membenci keberadaan diri kita sendiri. Teman, kerabat, orang orang...