Mereka kembali duduk didepan meja makan menikmati sarapan mereka dengan khidmat. Sudah terhitung satu Minggu sejak sang Ayah pulang kerumah
"Gimana kerja kalian seminggu ini? baik baik aja kan?" tanya Ayah sembari meletakkan sendoknya dan mengelap mulutnya dengan tisu
"Gak ada yang spesial, cuman kemaren Devan masuk ditunjuk buat bantuin senior diruang operasi" jawab Devan tersenyum bangga
"Emm pinter banget anak Ayah satu ini ya, kalo kamu Van"
"Hmm biasa aja sih gak ada yang perlu diceritain" ucap Vandra sembari mendorong piring setelah selesai sarapan
"Halah percuma kalo nanya dia, sama aja kaya ayah nanya patung, kalo dia mah mana ada kaya Devan yang selalu bolak balik keruang operasi. Dia mah enak tinggal duduk aja ngongkang ngongkang kaki diruangan dia" ucap Devan membuat Vandra sontak melotot tak terima
"Heh udin lo kira gampang jadi psikolog hah lo tuh gak tau gimana gue di sana. Lama lama gue jadi pesulap mungkin karna selalu baca pikiran orang mulu, mana senior gue kaya monyet semua berisik sana sini, buat gue gak konsen" Vandra melempari Devan dengan tutup selai yang hanya dihadiahi dengan ejekan
"Itu emang konsekuensi dari pekerjaan Van, kamu gak bisa nyangkal kan, karna kamu masih junior disitu yang perlu kamu lakuin itu membiasakan diri, Ayah tau kamu introvert tapi coba berbaur sesekali sama temen temen kamu disitu, jangan sibuk sama buku kamu trus" ucap sang Ayah membuat Vandra menghela nafas pasrah, karna Devan ia mendapatkan ceramah pagi hari
Lana yang berada diantara ketiga pria tersebut hanya bisa tersenyum dan sesekali tertawa tanpa suara ketika melihat tingkah kedua saudaranya yang menggemaskan
Ia kemudian menunduk sembari melanjutkan sarapannya yang belum selesai, ia hanya bisa diam menikmati percakapan mereka bertiga tanpa bisa bergabung, karna yang ada hanya memecah suasana ini. Ingin sekali bergabung dengan percakapan kecil ini, tapi ia tau bahwa diam lebih baik
Saling mengejek dan menjahili satu sama lain dan saling melempari mereka dengan sisa tulang ayam yang berakhir ketiganya dimarahi oleh sang ayah. Hahha lucunya semua itu sudah tergambar jelas di kepala nya namun tak bisa terpenuhi
"Lana kamu sekolahnya udah tamat kan, kamu udah kepikiran mau masuk ke universitas mana" Lana sontak mendongak menatap kearah Ayahnya dan Vandra yang menatapnya bertanya
"Hmm a-anu--itu, ahh kalo itu Lana belum mikirin yah, tapi sekolah ngerekomendasiin untuk masuk ke salah satu universitas dalam negri. Universitas In**a, kemarin Lana ikut turnamen karate antar provinsi dan gak tau gimana Lana berhasil bawa piala juara satu yang salah satu hadiahnya yaitu bakal dapet tiket VIP buat masuk ke universitas terbaik" jelas Lana panjang lebar menatap Ayahnya
"Waw anak ayah dapet piala? Dapet tiket VIP buat masuk universitas terbaik? Ya ampun Ayah bangga banget, anak Ayah ternyata jago juga ya. Ayah bangga banget sama anak bungsu ayah, pengen liat dong pialanya, pasti gede kan" ucap Ayah dengan tawa riang sembari menatap anak bungsunya yang sontak berdiri dengan sumringah
Lana mengangguk kemudian berlari menuju kamarnya saat ia menunduk dan mengangkat piala dari ajang bakat disekolahnya, kemudian kembali ke depan meja makan dengan penuh semangat
"Pialanya besar pasti berat itu, sini abang bantuin" ucap Vandra berdiri membantu Lana mengangkat piala
"Hampir setengah badan kamu Van hahha" ucap Ayah sembari tertawa
"Trus Lana juga dapet sertifikat, lisensi, piagam sama medali emas. Ayah tau gak kemaren Lana juga sempet poto sama bapak walikota dan gubernur. Mereka ngucapin selamat dan kirim salam sama Ayah juga" ucap Lana berbangga hati menatap Ayah dan kedua saudaranya
Sudah lama ia ingin menunjukkan ini semua pada mereka, menunggu mereka untuk mengusap kepalanya dengan bangga atas pencapaiannya. ia tidak berlebihan bukan? Ia hanya ingin Ayah dan saudaranya tau bahwa ia juga dapat dibanggakan. Perutnya bahkan terasa berbunga bunga sekarang
"Beneran? Wahh Ayah merasa terhormat dikirimi salam sama mereka. Huh....Ayah bangga banget sama kamu, bahkan kamu bisa ngelanjutin study kamu di universitas terbaik hahha kamu juga ngalah ngalahin abang abangmu ini tauk" ucap Ayah mengelus kepala Lana lembut yang membuat Lana sontak tersenyum hangat dan puas
"Halah cuman kaya gitu doang pamernya sedunia harus tau, alay banget sih" ucap Devan berdiri bersiap untuk pergi tak memperdulikan ucapan mereka semua terhadap Lana
"Devan" tegas Ayah yang hanya dibalas decihan
"Pinter banget cari muka nya, pengen muntah gue. Yah Devan pergi duluan, lama lama muntah kalo trus disini, jiji banget" ucap Devan berpamitan setelah itu pergi meninggalkan mereka bertiga
Vandra sontak menoleh kearah Lana yang terlihat kehilangan senyuman paginya, ia tersenyum sembari menatap Lana mencoba untuk memberi dukungan
"Sayang masih ada abang disini, tenang ya, jangan dimasukin hati omongan si kulup satu itu. Dia mah kalo lagi stress kan emang kaya gitu, ngelebihin orang gilak" Lana hanya tersenyum ketika mendengar ucapan sang kakak membuat Vandra seketika ikut tersenyum kecil
"Semua pasti butuh proses, yang sekarang harus dilakuin adalah trus ngelangkah kedepan, Gak perlu khawatir apapun selagi Ayah sama Abang disini" ucap Ayah sembari terus mengelus rambut Lana dengan senyum lembut
Mengakhiri pembicaraan pagi mereka karna waktu terus berjalan maju dan mereka semua harus pergi dan kembali pada pekerjaan masing masing
"Abang sama Ayah mau dimasakin apa pulang nanti, ngomong aja nanti bakal Lana masakin kok. Mau Lana siapin bekal dulu nggak menjelang abang sama Ayah siap berangkat?" Tanya Lana sembari menatap kedua pria yang saat ini sudah menggandeng tas ditangannya
"Ayah kayanya gak perlu deh sayang, soalnya nanti diajak klien buat makan siang bareng, hmm Ayah pengen dimasakin semur ayam aja deh kayanya enak buat sore nanti"
"Kalo abang apa aja deh yang penting kamu yang masak"
Lana tersenyum mengangguk setelah melambaikan tangan saat mobil ayahnya menjauh bersama Vandra, saat ia kemudian kembali masuk dan mulai melakukan aktivitas seperti biasanya sendirian menjelang mereka semua pulang
...
AKHH!!
BANGSAT!!
SIALAN!!
Seseorang berteriak kencang didalam ruangan kedap suara, dengan nafas memburu dan baju yang sudah kusut berantakan, ia terlihat sangat mengerikan saat ini
Semua barang barang berserakan dimana mana, vas bunga yang bernilai jutaan rupiah kini sudah pecah memecah diatas lantai
"Bangsat!!! bangsat!! bangsat jadi ini maksud dari pembalasan hah!!"
Ia mendudukkan dirinya diatas kasur dengan nafas emosi membara. Sembari menatap kearah rekening yang tertera diponselnya dengan jumlah rupiah nol
Kunci mobilnya disita, motornya disita, kartu kredit dan semuanya telah disita oleh ayahnya. Akibat dari aduan atas apa yang ia lakukan selama ini dikampus, sial bagaimana bisa ia termakan jebakannya sendiri
"Gue cuman becanda!! ohh jadi ini rencana lo dengan buat semua aset gue disita dan ngebuat nama gue jatuh, Bangsat emang!!"
"Bro ini terlalu berlebihan!!! lo udah ngancurin idup gue bangsat, lo harus bayar semua ini Devan...Lo bakal mati ditangan gue, ditangan seorang Alex" ucap nya sembari menggenggam erat ponselnya dengan mata penuh dendam
Tak sabar untuk menghancurkan kesenangan yang Devan dapat dari menghancurkannya. Ia menyeringai sembari menoleh menatap langit malam yang mulai menghitam
KAMU SEDANG MEMBACA
enolA
Teen FictionMenjadi anak bungsu tidaklah serta merta menjadi anak yang paling disayang, anak yang paling dimanja dan anak yang paling dijaga Terkadang ada suatu hal yang mengharuskan semua orang membenci keberadaan diri kita sendiri. Teman, kerabat, orang orang...