51

88 8 0
                                    








Sosok wanita paruh baya berdiri didepan pintu kamar sembari menghela nafas saat melihat sang anak yang terus berbaring di ranjang tanpa berkeinginan untuk bergerak sama sekali

"Leo...mama mohon jangan kaya gini, kamu makan ya. Kalo terus kaya gini demam kamu gak bakal sembuh nanti" ucapnya sembari duduk diatas ranjang menatap anaknya yang terlihat begitu kosong saat ini

"Dia lagi apa ya mah di sana" tanya Leo dengan mata yang tetap tertuju pada luar jendela

"Dia udah seneng seneng disana, kamu yang paling tau seberapa besar dia pengen ketemu bundanya kan"

"Leo kangen" hatinya terasa terenyuh ketika mendengar suara lirih dari anak satu satunya saat ini

"Leo...dengerin mamah" ucapnya sembari mengelus bahu sang anak

"Mamah tau kamu masih terus nyalahin diri kamu sendiri atas kematian Lana, itu bukan salah kamu sayang. Kamu udah berhasil nyelametin dia dari semua rasa sakit. Kamu gak membunuh untuk mengakhiri penderitaan dia, Kamu gak membunuh untuk menghindari penderitaan dia, tapi kamu menyelesaikan penderitaan dia Leo.
Sekalipun hasilnya kematian, Begitulah...Lana itu pasien kamu, pasien yang minta kamu untuk mengakhiri rasa sakitnya, meskipun itu berarti ia harus mati...

...Bagi dokter, mengabaikan penderitaan pasien, mengabaikan permohonan untuk mengakhiri rasa sakitnya, itu bisa jadi kejahatan.
Kalo terus dilakuin pengobatan, itu bukan nyembuhin dia tapi malah semakin nyiksa dia. Kamu cuman ketakutan...sangat ketakutan kan sama pilihan itu?" ucap ibu sembari mengelus lengan Leo lembut berusaha untuk mengatakan apapun yang dapat membuat anaknya kembali bangkit

"Leo takut...takut banget, Leo gak yakin dengan perbuatan Leo dan Leo gak bisa mastiin kalo Leo gak nyesalin itu. Leo gak berani--" jawab Leo tanpa menatap sang ibu

"Sayang, Itu wajar. Daripada dokter yang gak ngerasa takut, Lana butuh kamu, dia butuh dokter yang merasakan takut dan ngerti dia. Kamu udah bekerja dengan baik Leo, dan ini semua udah diluar kendali kamu, yakin sama mamah kalo Lana disana juga ngerasa kangen sama kamu dan gak mau kamu kaya gini berkepanjangan"

Hanya itu yang bisa ia katakan pada sang anak saat ini, Ia menghembuskan nafas pelan sembari menatap khawatir pada sang anak yang telah terbaring sakit hampir tiga hari lamanya, tanpa mau makan dan minum apapun

"Mamah tunggu kamu dibawah ya, mamah tau kamu lagi sedih tapi kamu juga harus kuat demi dia. Dengan kamu kayak gini semua bakal tambah kosong sayang, kamu buat mama khawatir hiks" ucap sang ibu sedikit terisak kemudian menepuk pundak Leo dan pergi dari ruangan itu

Sedangkan Leo masih tetap disana dengan tatapan kosong itu, menatap kearah jendela dimana langit sore terlihat begitu indah dan menyejukkan hati

"Sekarang kakak tau alasan kamu suka sama langit sayang, iya ini indah banget. Kakak serasa ngeliat kamu dari sini....kakak rindu banget sama kamu" lirihnya dengan mata yang tak pernah lepas dari luar jendela

"Kamu gak sakit lagi kan disana? Ketemu bunda gak? Dada kamu gak sesak lagi kan? Kamu udah bebas disana. Bahagia banget ya pasti saat kamu udah capai semuanya sekarang...tapi maafin kakak ya, kakak masih belum bisa nerima semuanya dengan lapang dada, jarang banget kakak sakit kaya gini kan. Kalo kamu ada disini pasti kamu udah panik banget ya, kangen banget sama mulut cerewet kamu...kangen banget" lirihnya sembari meremat selimut yang menutupi tubuhnya saat satu tetes air mata jatuh membasahi bantal

Tangannya terulur meraih ponsel yang sudah tergeletak diam selama hampir tiga hari. Ia mengabaikan seluruh notifikasi dan panggilan dari semua orang bahkan rumah sakit

Jarinya bergerak membuka pola saat matanya langsung tertuju pada wallpaper ponsel yang memperlihatkan sosok dirinya dan gadis kecil yang tertawa ria sembari mencubit pipinya. Jempolnya mengusap kecil foto itu sebelum jarinya bergerak menekan ikon galeri

enolATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang