Aleo, pemuda itu, kini tengah berjalan santai tanpa memperdulikan keadaan sekitar, termasuk kekhawatiran orang di rumah tentang kepergiannya.
Pada saat ini, Aleo duduk bersandar di bawah pohon, masih teringat dengan kejadian tadi. Dia hampir saja tertabrak untuk kedua kalinya, jika tidak ada seseorang yang menyelamatkannya.
"Tadi siapa ya, yang sudah menolong saya?" ucap Aleo sambil memetik rumput liar yang berada di sekitarnya.
"Semoga bisa bertemu dengannya lagi," gumamnya pelan. Setelah berkata seperti itu, Aleo kembali diam menikmati suasana taman yang begitu sepi.
Aleo merasa lelah dengan semua sikap yang ditunjukkan oleh ibunya. Ini bukanlah tindakan durhaka, karena tidak semua ibu di dunia ini sama, dan Aleo memiliki alasan kuat mengapa dirinya merasa sulit untuk mendekati kedua orang tuanya. Sekarang, ia telah memutuskan untuk kabur dari rumah.
Aleo, awalnya, adalah putra tunggal yang bahagia. Ia mendapat dukungan penuh dalam setiap aktivitasnya, dan sang ibu selalu dengan senang hati membuat bekal makanan untuknya.
Namun, perlahan-lahan, situasi berubah ketika sang ibu mulai sibuk dengan butik dan toko perhiasannya yang baru didirikan. Aleo merasa kehilangan perhatian ibu beserta ayah yang sibuk di kantornya sendiri.
Dari situ, Aleo semakin mendekatkan diri pada Bunda. Mereka berdua menjadi lebih terbuka dan selalu berbagi keseharian mereka. Melihat kedekatan ini, sang ibu justru merasa senang dan percaya bahwa Aleo akan baik-baik saja selama ia bersama ayah dalam perjalanan ke luar negeri.
Namun, kabar bahwa ia akan memiliki adik tiba-tiba mengubah segalanya. Aleo mulai merasa kesal dan sakit hati karena merasa semakin diabaikan oleh kedua orang tuanya. Beberapa bulan terlewati, Aleo berusaha menjaga hubungan baik dengan mereka, tetapi perasaannya semakin rumit dengan kehadiran adik yang akan datang.
Orang tuanya tidak lagi menelepon Aleo untuk bertanya kabar atau bahkan pulang ke rumah untuk bertemu dengannya. Aleo merasa semakin terasingkan dan perlahan, rasa bencinya tumbuh dalam hatinya. Setiap kali ia merindukan mereka, tampaknya orang tuanya tidak memperdulikan perasaan rindu yang teramat dalam diri Aleo.
"Harus masuk rumah sakit dulu ya, baru ingat sama anaknya?" Perkataan menusuk itu membuat ibu terdiam membeku, Aleo bahkan tidak tahu bahwa adiknya sudah besar. Selama itukah orang tuanya melupakan dirinya?
Bayangkan saja jika kalian dihubungi bahwa sang ibu tengah mengandung dengan usia janin empat minggu, tiba-tiba janin itu kini sudah tumbuh dan berusia delapan tahun, dan selama itu kalian tidak tahu apa-apa mengenai calon adik kalian. Apakah kalian akan merasa kecewa seperti Aleo?
Sudah diabaikan bertahun-tahun, tak pernah pulang ke tanah kelahiran jika keadaan tidak mendesak, mengabari bahwa akan mempunyai anggota baru tetapi tidak pernah membagi informasi sekecil apapun itu. Tahu-tahu ketemu dia sudah besar. Rasa rindu yang terabaikan karena pekerjaan, apakah salah jika Aleo benar-benar merasa benci terhadap kedua orang tuanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEONA [ TERBIT ]
Teen FictionPART MASIH LENGKAP! BELUM DIREVISI Follow dulu jangan lupa. *** "Saya hanyalah manusia tangguh yang tak sempurna, tapi bersamamu ketidaksempurnaan itu menjadi berwarna." Aleo Kertagama, seorang remaja lelaki yang memiliki banyak kekurangan, salah s...