43 ALEONA.

381 22 2
                                    

Di pagi hari yang cerah, langit terhampar dengan nuansa biru yang lembut dan sejuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di pagi hari yang cerah, langit terhampar dengan nuansa biru yang lembut dan sejuk. Matahari yang baru terbit menyebar cahayanya dengan lembut, memberikan sentuhan keemasan pada awan-awan tipis yang berarak di langit.

Di tengah ruang yang sunyi, seorang perempuan duduk sendirian di tepi tempat tidur dengan perasaan yang gelisah. Sedari tadi ia mencoba menelepon seseorang tetap tak ada satupun panggilan yang dijawab, membuat perasaanya berkecamuk di dalam hatinya.

"Ini orang ke mana sih? Tumben amat susah ditelepon!" gumamnya sambil terus menatap layar ponsel, hingga akhirnya Dzaka mengetuk pintu kamarnya dan membukanya sedikit.

Dari ambang pintu Dzaka menyuruh Aluna untuk mengobrol di ruang keluarga, ada sesuatu hal yang akan Dzaka bahas dan Aluna akhirnya mengangguk lalu mengikuti langkah Dzaka menuju sofa yang tersedia.

Mereka berdua duduk di atas sofa yang nyaman. Aluna menunggu dengan perasaan campuran antara kekhawatiran dan rasa ingin tahu, sementara Dzaka memulai pembicaraan dengan penuh perhatian.

"Luna," kata Dzaka dengan suara yang lembut, "Dua hari lagi ayah akan menikah, kamu mau tetap di sini atau mau pulang?"

Aluna mendengar kata-kata Dzaka dengan wajah yang penuh kebingungan. Pikirannya berkecamuk, dan dia merasa seolah-olah ayahnya mengusirnya karena akan menikah. Tapi dalam hati, dia merasa bahwa Dzaka telah berhak untuk membangun keluarganya sendiri.

Dzaka melihat keterdiaman Aluna dan menyadari betapa salah pahamnya pada Aluna. Dia segera berusaha menjelaskan dengan lembut, "Luna, maafkan ayah membuatmu bingung. Itu bukan maksud ayah untuk mengusirmu, ayah sangat ingin kamu tetap ada di dalam hidup ayah, bahkan setelah pernikahan ini. Ayah hanya ingin memastikan bahwa kamu merasa nyaman dan bahagia dengan keputusanmu, apakah kamu ingin di sini atau berusaha untuk menerima semua fakta ini."

Aluna terdiam sejenak, memikirkan kata-kata ayahnya dengan hati-hati. Dia paham sekarang bahwa Dzaka hanya ingin yang terbaik untuknya, bahwa keputusan berada di tangannya. Namun, dia juga tahu bahwa ada banyak hal yang harus dia pertimbangkan.

Setelah beberapa saat merenung, Aluna akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap ayahnya dengan mata penuh keraguan. "Ayah, Luna perlu waktu buat mahami semuanya. Apa lagi kabar kalau Aluna sebenernya punya kembaran, satu sisi Luna takut nanti malah bikin keluarga besar ribut hanya karena ini, Luna juga takut nanti kita jadi orang asing."

Dzaka yang mendengar itu tersenyum kecil, lalu mengusap rambut Aluna sembari membawa keponakannya ke dalam dekapannya. Dzaka mengerti tentang kekhawatiran yang dirasakan Aluna, untuk sekarang ia berusaha menjadi bijak meskipun hatinya ingin Aluna di sini.

"Hari ini mau ikut ayah?" tanyanya, Aluna menatap Dzaka kebingungan.

"Ayah mau ke mana?"

"Rumah sakit, ngantar undangan buat keluarga kamu. Sekalian mau tau kondisi Altan," ungkapnya, pria itu merasa bersalah tetapi juga senang untuk itu ia akan menebus dengan membawa Aluna bertemu, itupun jika keponakannya mau.

ALEONA [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang