26 ALEONA.

490 36 6
                                    

Dani hari ini memutuskan untuk cuti dari kerjanya, dia ingin menghabiskan waktu bersama keluarganya. Mengingat beberapa waktu belakangan keluarganya sedang tidak baik-baik saja, dia tahu bahwa ada konflik yang terjadi di sini.

Bahkan khusus untuk hari ini Dani sudah mempersiapkan rencana membuat hubungan anak dan ibu kembali baik, tetapi itu semua hanyalah harapan semu. Kenyataan bahwa Kayla lebih mementingkan pekerjaannya membuatnya harus berdebat dengan sang istri.

"Ma, ayolah hari ini aja kita berlibur satu keluarga." Kayla yang sedang menata rambut di depan cermin hanya bisa menatap malas sang suami.

"Boleh, tapi anakmu yang itu enggak usah dibawa kita pergi bertiga saja." Dani yang mendengar itu menjadi kesal. Kenapa Kayla sangat membenci Aleo?

"Ma, inikan liburan keluarga. Otomatis kita berempat yang pergilah, kamu jangan kaya anak kecil gini dong."

Kayla yang ingin menyisir rambut akhirnya terdiam, dia menatap pantulan cermin itu. "Kayak anak kecil? Mas, bagi aku keluarga itu cuma aku, kamu, dan Azkia. Enggak ada anak itu," ungkapnya.

Dani tak habis pikir dengan ucapan Kayla, dia tidak mengakui Aleo sebagai anaknya?

"Aleo juga anak kamu Kayla, kalau kamu tidak mau ikut, tidak apa. Mas akan bawa Aleo sama Azkia pergi hari ini." Kayla hanya mengangguk singkat lalu meraih tas miliknya.

"Pergi saja, aku lebih baik pergi ke butik mas. Sudahlah aku malas ribut kalau itu hanya demi anakmu yang cacat." Kayla dengan santai keluar kamar meninggalkan Dani dengan keterdiamannya.

"Kamu berubah, Kay." Dani menatap sendu pintu yang sudah kembali tertutup itu. Pria dewasa itu kini duduk di pinggir kasur, kalimat terakhir dari Kayla membuat perasaan bersalah muncul di benaknya.

"Aleo, maafkan ayah, Nak. Karena kamu harus menanggung ini semua, maaf ayah belum bisa jadi yang terbaik buat kamu." Dani menatap jendela kamarnya, bayangan Aleo kecil berputar di pikirannya.

Setelah lama berdiam diri, Dani kini memilih untuk memasuki ruang kerjanya. Pria dewasa itu kini duduk di meja kerjanya, duduk bersandar memikirkan tentang anak sulungnya.

"Ayah berharap sampai kapanpun hal itu jangan pernah terbongkar, ayah belum siap jika kehilangan kamu, bahkan ayah belum bisa nebus waktu yang sudah terlewati begitu saja, Aleo." Diraihnya bingkai foto Aleo bersama dirinya, diusapnya foto tersebut dengan tatapan sendu.

"Ayah minta maaf Ale, ayah janji akan membantu mencarikan donor mata untukmu. Anggap saja sebagai penebusan rasa bersalah ayah padamu, Nak."

Dani menaruh kembali bingkai foto tersebut ke atas meja, dia kini mengambil ponsel dan mencoba menanyai orang kenalannya untuk membantu mencarikan donor mata. Namun, sampai sekarang belum ada pendonor yang datang membuat Dani sedikit kecewa.

Hingga akhirnya ia merasa pintu ruangan diketuk, Dani menormalkan kembali raut wajahnya. Ternyata itu Aleo yang mencari dirinya, Dani dengan segera menyuruh Aleo masuk.

"Ayah belum menyalakan lampu? Aleo tidak lihat ada cahaya di sini." Dani yang mendengar segera tersadar atas tindakannya itu.

"Iya Nak, tunggu sebentar ayah nyalakan dulu." Dani dengan segera menyalakan lampu membuat ruangan itu menyala terang, bahkan ia juga menarik tirai jendela agar membantu pencahayaan.

Aleo yang melihat ruangan terang itu memberanikan diri masuk ke dalam, dengan tangan yang terulur ke depan dia memegang tembok dan mulai melangkah pelan.

Dani dengan segera membantu Aleo, menuntun sang anak pada sofa yang tak jauh dari meja kerjanya. Aleo hanya diam sebelum akhirnya suara Dani membuka obrolan.

ALEONA [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang