Extra Part 1

1K 39 1
                                    

Beberapa bulan setelah kebenaran tentang bunda terbongkar serta aku yang sudah bisa menerima anggota baru keluargaku, suasana rumah mulai kembali tenteram.

Kembali tenang.

Hari demi hari, kami isi dengan gelak tawa sembari menunggu saudara-saudaraku pulang, tentunya. Kini aku sudah mengikhlaskan kepergian bunda...

...meski rindu terus memenuhi relung hatiku.

Mama Verty bilang bahwa semua hal yang tak kita inginkan terjadi ... harus tetap dimaafkan dan direlakan. Semua yang telah terjadi di masa lalu dan yang akan terjadi di masa depan adalah rahasia Tuhan.

"Tuhan punya alasan dan kejutan di setiap kejadian."

Aku percaya.

Setiap detik yang aku punya, tak pernah aku lewatkan untuk berdoa agar saudara-saudaraku cepat kembali pulang. Sungguh, aku tetap setia menunggu waktu itu tiba...

...hingga Tuhan mulai menjawab satu per satu yang kupinta.

"Dek?"

Teguran Abang Rey membuatku yang tengah menikmati pemandangan di luar kaca mobil menjadi teralihkan padanya. Netra cokelatnya menatapku dengan lamat-lamat. Seakan-akan mencoba mencari tahu apa yang tengah aku pikirkan.

"Adek kenapa? Kenapa diam saja?"

"Adek cuma ... gugup, mungkin?"

Ah, dasar Claudi bodoh!

Senyuman Abang Rey langsung terbit mendengar jawaban konyolku.

"Tenang saja, Dek. Semuanya akan baik-baik saja. Berlize ... pasti jauh lebih baik. Adek tidak perlu gugup. Bukankah pihak rumah sakit jiwa tersebut sudah memastikan kesembuhan Berlize sendiri?"

Ya, seperti yang kalian ketahui. Kak Berlize sudah sembuh dari penyakit mentalnya. Kabarnya, dia sudah bisa pulang ke rumah. Sebenarnya aku sangat bahagia mendengar kabar baik ini, tapi jauh di dalam hatiku ... aku amat takut jika ini semua hanya mimpi.

"Rileks, Dek."

Abang Rey membisikkan kalimat tersebut seraya memelukku dengan pelan. Memberikan kenyamanan yang selalu berhasil membuatku tenang. Tanpa menjawab apa pun, aku hanya membalas dekapan Abang Rey dalam diam.

Tuhan ... terima kasih.

Tak lama kemudian, mobil yang dikendarai oleh ayah berhenti di depan rumah sakit jiwa yang menjadi tempat tinggal Kak Berlize selama ini. Lalu ayah berjalan di depan yang didampingi oleh Mama Verty.

"Ayo, Dek."

Abang Rey menggenggam tanganku seraya mengajakku untuk masuk mengikuti langkah ayah dan Mama Verty. Atensiku yang semula terenggut oleh berbagai bentuk ketakutan mengenai kondisi Kak Berlize di masa lalu teralihkan ketika Abang Rey menyejajarkan tubuhnya di hadapanku.

"Adek mikirin apa dari tadi, hm?"

Kalimat itu terlontarkan seraya tangan Abang Rey yang mengacak asal puncak rambutku. Sontak aku menatap sebal Abang Rey karena rambutku menjadi berantakan. Ajaibnya, ketakutan yang awalnya memenuhi pikiranku langsung hilang begitu saja.

"Jangan sering-sering melamun, Dek. Nanti malah kesurupan 'kan jadi seram," tutur Abang Rey dengan tangan yang kembali merapikan rambutku.

"Kesurupan apa coba, Bang. Yang ada mereka yang akan kesurupan sama adek."

Penuturanku membuat tawa Abang Rey terdengar. Di dalam hati, aku sangat menyukai melodi ini. Begitu menghangatkan hatiku.

"Ini adek siapa, sih?"

Broken Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang