16. Dongeng Sejarah

1.2K 112 2
                                    

Bu Helsi masih berbicara panjang lebar di depan kelas. Menjelaskan tentang pelajaran Sejarah Indonesia pada kami. Ini adalah jam pelajaran terakhir hari ini. Dan sepertinya ada beberapa murid yang tidak memerhatikan penjelasan Bu Helsi. Mengingat sekarang sudah waktunya jam tidur siang.

Aku cukup salut pada beberapa murid yang masih fokus belajar. Ya, walaupun aku kurang menyukai pelajaran ini, tapi setidaknya aku tetap berusaha untuk fokus. Tidak dengan anak yang duduk di sebelahku ini!

Meski Bella terlihat sedang mendengarkan penjelasan Bu Helsi, tapi realitanya itu tidak benar sama sekali. Bella sedang berkutat dengan pulpen dan buku diary yang berusaha dia sembunyikan agar tidak terlihat oleh Bu Helsi. Sesekali dia menatap Bu Helsi dengan serius. Bukan karena fokus mendengarkan Bu Helsi berkomat-kamit tentang materi yang sedang beliau jelaskan. Melainkan karena sedang berpikir tentang puisi yang dia coba untuk selesaikan.

Kulihat Bu Helsi tidak menyadari tingkah Bella, membuatku cukup kagum akan aksinya itu. Seketika aku cukup merasa bosan mendengar dongeng sejarah yang Bu Helsi bicarakan. Membuatku juga hampir mengantuk jikalau benakku tidak memunculkan sebuah ide. Ide untuk mengalihkan rasa bosan yang sudah berada di ujung tanduk.

Kubalikkan buku pelajaranku hingga halaman paling belakang. Lalu menggerakkan pulpenku untuk menulis sebuah kalimat. Lebih tepatnya sebuah pertanyaan.

Kugeser buku itu ke samping agar lebih dekat dengan Bella seraya netra hitamku mengamati Bu Helsi. Tapi, itu hanyalah sebuah alibiku. Maafkan aku Bu Helsi. Aku sudah cukup bosan!

Bella masih asyik sendiri rupanya, membuatku segera menyenggol lengan kirinya dengan pelan. Ternyata atensi Bella benar-benar terenggut oleh puisi itu. Terbukti setelah aku menyenggolnya dengan siku tangan kananku, barulah dia beralih menatapku.

Bella melihatku dengan tatapan seolah berkata 'apa?' padaku. Membuat mood-ku secara tidak langsung semakin buruk. Kuarahkan tatapanku pada buku yang menampilkan sebuah kalimat 'Are you crazy?' berniat Bella segera mengerti. Tidak mungkin kami akan bercengkrama saat ini, 'kan? Yang ada itu adalah cara ampuh untuk bunuh diri.

Sepertinya cara itu cukup berhasil. Terbukti Bella segera menatap buku itu seraya alis yang tertaut pertanda bingung. Dia kembali melihat ke arahku yang sedang menatap Bu Helsi. Berpura-pura fokus memerhatikan dongeng pengantar tidur itu. Kenapa aku mengatakannya seperti itu? Karena ada beberapa murid yang kepalanya sudah terantuk-antuk ke atas meja lantaran berusaha menahan kantuk.

Kurasakan punggung tanganku disentuh Bella, membuatku langsung beralih menatapnya. Dia sudah kembali sibuk dengan dunianya sendiri ternyata.

Kualihkan atensiku pada buku yang tadi. Ternyata Bella sudah membalasnya. Hei, kenapa kami seakan berbincang-bincang lewat secarik kertas? Tapi, tak apalah asalkan aku tidak merasa mati kebosanan di sini.

'What do you mean?'

'Kau tidak tahu tempat, ya? Ingat? Ini masih jam pelajaran. Dan kau sibuk menulis puisi."

'Aku pikir kau cukup mengerti, Claudi. Lihatlah yang lain. Kegiatanku lebih baik daripada mereka yang bersusah payah menahan kantuk.'

'Puisi apa yang kau buat, Bella? Perlihatkan padaku!'

'I can't show it to you.'

'Why?'

'This is a secret, Claudi.'

'I'm your bestfriend. Am I right?'

'Yes, of course.'

'So?'

'Oh ayolah, Claudi! Jangan membuatku jengkel dengan ulahmu itu. Aku tahu kau tidak benar-benar tertarik dengan puisiku ini.'

Broken Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang