Malam telah datang bersamaan dengan ayah yang sudah kembali dari kantor polisi dengan raut wajah tegang. Ayah terlihat amat kacau sekarang. Duduk di depan koridor ruang rawat Kak Berlize dengan tangan yang menumpu kepala. Ayah terus menunduk dengan helaan napas berat yang kian terdengar.
"Ayah ...."
Ucapanku tak bisa kulanjutkan sebab kulihat Mama Verty berjalan menghampiri kami. Lebih tepatnya menghampiri ayah. Dia ingin berlagak menjadi istri yang baik ternyata.
Sebelum duduk di samping ayah, Mama Verty sempat bertemu pandang denganku. Netra coklat terangnya sukses memenjarakanku untuk tak memberontak dalam diam lagi. Seolah-olah tatapan itu adalah sebuah kejujuran yang dia coba jelaskan padaku secara tak langsung.
Segera kualihkan pandanganku pada ayah berniat menghindari manik mata itu. Antara takut semakin tenggelam dan jijik dalam waktu bersamaan.
Ingat, Claudi! Dia bukan orang baik! Dia telah berani merebut posisi bunda!
Setelah Kak Berlize sadar dari tidur yang tak diinginkannya, Kak Berlize meronta-ronta ingin berjalan. Kami cukup terkejut ketika Kak Berlize berujar bahwa kedua kakinya tidak bisa digerakkan.
Entah karena apa.
Kami terus mencoba menenangkan Kak Berlize lantaran dia yang sudah beraksi memukul-mukul kedua kakinya dengan tangisan yang perlahan mulai terdengar.
Dadaku kembali sesak mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Melihat Kak Berlize yang sudah tidak bisa menahan amarah. Amarah akan keadaannya itu. Aku juga cukup bingung melihatnya. Ada apa dengan kaki Kak Berlize?
Pertanyaan yang hanya bisa kuajukan dalam hati teralihkan begitu saja oleh suara tipuan orang asing ini. Kulihat ayah mulai berinteraksi dengannya. Mungkin semacam kata penenangan untuk ayah.
"Claudi ... abang mengerti seperti apa perasaanmu sekarang. Tapi, apa pun itu ... jangan terlalu bersedih. Berlize akan baik-baik saja."
Orang asing yang satu ini mulai angkat bicara rupanya. Berdiri di sebelahku entah sejak kapan. Menatapku seakan-akan dia adalah orang yang kubutuhkan sekarang.
"Abang dan mama akan tetap ada untuk Claudi, untuk ayah, untuk Berlize dan Sam ... juga untuk Lissa. Kami di sini bukan untuk hal yang buruk, Claudi."
Aku lebih memilih untuk menulikan pendengaranku saja. Menatap sandal jepit pink yang kukenakan. Terlihat lebih menarik.
"Claudi ... abang sayang kalian. Mama juga sayang kalian."
Cih, bullshit!
"Claudi percaya, 'kan?"
Jangan harap!
Aku menyentak tangan Abang Rey yang berusaha menggapai bahuku. Apa sekarang dia mencoba menjadi Kak Sam di hadapanku?
Kulirik matanya yang sama persis dengan orang yang masih berada di samping ayah. Hei, jemari tangan mereka bertautan, seakan mencoba saling menguatkan. Bukan! Lebih tepatnya wanita itu sedang mengambil peran.
Mataku sakit melihat pemandangan di depanku ini. Amarahku kembali muncul seiring dengan tatapan prihatin Abang Rey padaku.
"Claudi ...."
Suara itu berhasil membuat kepalan tanganku terbentuk sempurna. Berharap bisa meredam amarah yang sudah berada di ubun-ubun kepalaku.
Mereka tidak seharusnya berada di sini. Mereka bukan orang baik-baik.
Benakku terus mengeluarkan alarm peringatan. Peringatan bahwasanya mereka adalah orang yang harus secepatnya kujauhkan dari keluargaku.
Orang-orang pengganggu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Heart [Completed]
Teen Fiction"Bagiku, rumah adalah tempat terindah di bumi dan ayah adalah kebanggaan kami." Bahagia? Tentu saja! Namun... ...semuanya begitu sempurna sebelum bunda menghilang secara tiba-tiba. Semuanya akan baik-baik saja jikalau ayah pulang tanpa membawa mere...