Kini tak ada lagi senyum Kak Sam. Senyuman sesaat sebelum ayah pulang tanpa membawa bunda melainkan mereka—dua orang asing.
Kurasakan atmosfer ruangan yang benar-benar menegangkan. Kak Sam yang masih berusaha menahan amarah. Kak Berlize yang hanya diam meski kuyakini dia tengah kebingungan. Dan Lissa yang terus-terusan bertanya di mana bunda.
Ayah menghela napas ketika melihatku hanya diam menatap ayah meminta penjelasan. Setelahnya, ayah menatap kami dengan sorot penuh permohonan. Seakan-akan meminta kami untuk mencoba mengerti.
"Bunda belum ditemukan," ucap ayah yang lebih dahulu menjawab pertanyaan Lissa.
Tak ada yang merespon. Sudah kami duga bahwa bunda belum ditemukan. Terbukti dengan ayah yang pulang tanpa membawa bunda.
"Lalu siapa mereka?"
Kak Sam bersuara mewakili pertanyaan yang sedari tadi hanya kusimpan.
Kualihkan atensiku pada dua orang asing yang duduk di sofa yang sama dengan ayah. Wanita yang diapit oleh ayah dan orang asing lainnya hanya menunduk seraya menggenggam tangan laki-laki yang berwajah agak pucat itu. Entah karena memang kulitnya yang putih pucat atau karena hal lainnya, aku pun tak begitu peduli.
"Mama Verty dan Abang Rey," jawab ayah yang langsung membuatku mengerutkan dahi pertanda bingung.
Mama dan abang?
Apa maksudnya?
"Aku tidak bertanya nama mereka! Kuharap ayah mengerti apa pertanyaanku!"
Kudengar Kak Sam berucap dengan penuh penekanan. Benar-benar menuntut jawaban dari ayah. Untuk kedua kalinya ayah menghela napas panjang. Terlihat raut lelah di wajah ayah.
Sebenarnya apa maksud semua ini?
Aku benar-benar tidak mengerti.
"Apa ayah menikah lagi?"
Pertanyaan Lissa sukses membuatku terkejut.
"Lissa, apa yang kau katakan?!"
Suara Kak Berlize meninggi. Terlihat raut kemarahan di wajahnya pada Lissa. Entah apa yang membuat Lissa melontarkan pertanyaan yang seperti mimpi buruk itu bagiku.
"Ya," ujar ayah singkat yang membuatku semakin terkejut.
"Apa maksudnya, Ayah?"
Kak Berlize bertanya dengan nada yang sudah melunak, tapi sarat dengan ketakutan. Kulihat matanya sudah mulai berkaca-kaca menanti penjelasan dari ayah.
Jantungku pun sudah berdetak kencang menunggu kalimat yang akan ayah lontarkan.
"Ayah tahu ini sulit bagi kalian, tapi inilah faktanya. Ayah harap kalian bisa menerima Mama Verty dan Abang Rey," ujar ayah yang membuatku merasa sudah salah dengar.
Brak!
Suara dobrakan meja yang dilakukan oleh Kak Sam mampu membuat kami semua tersentak kaget, tak terkecuali ayah dan dua orang asing itu.
"Apa ayah gila?! Bunda masih belum ditemukan, tapi ayah sudah mempunyai istri kedua?! Baru genap tujuh hari bunda menghilang dan ayah sudah menikah lagi?! Apa secepat itu ayah melupakan bunda?!"
Kak Sam mengatakannya dengan penuh amukan. Napasnya memburu dengan manik mata yang menatap tajam pada ayah. Untuk pertama kalinya, aku melihat Kak Sam dalam kondisi semarah ini.
Kuperhatikan ayah hanya diam yang mampu membuat Kak Sam semakin geram. Seketika sebuah guci pecah tepat di depan kakiku. Kulihat Kak Sam yang menjadi pelakunya.
"Kupikir ayah yang paling mengerti saat situasi seperti ini. Kupikir ayah yang akan membimbing kami. Harusnya ayah mencari bunda bukannya malah menikah lagi!"
Kubenarkan apa yang dikatakan oleh Kak Sam barusan. Tidak seharusnya ayah melakukan ini. Terlebih di saat bunda masih belum ditemukan.
Tak berselang lama, kami kembali dikejutkan. Kali ini oleh tindakan Kak Berlize.
"Aaakkkhhh ... sakit, Nak," rintih wanita itu. Mama Verty kalau tidak salah. Aku tidak peduli siapa namanya.
Wanita itu semakin meringis kesakitan ketika Kak Berlize terus menjambak rambutnya tanpa ampun. Tak merasa puas, kali ini Kak Berlize menggunakan kedua tangannya.
Ayah yang melihat hal tersebut langsung beranjak dengan panik, berniat mencoba menghentikan aksi Kak Berlize yang kemudian dibantu oleh orang asing lainnya.
"Dasar wanita penggoda! Kau pasti menggoda ayahku saat bunda menghilang!"
Kak Berlize memaki-maki wanita itu tanpa melepaskan jambakan pada rambutnya.
Plak!
Tamparan ayah sukses menghentikan aksi jambakan Kak Berlize. Aku bahkan melotot melihatnya. Ayah rela menampar Kak Berlize demi wanita itu? Apa ayah sadar apa yang telah ayah lakukan?
Kulihat Kak Berlize hanya diam menatap ayah tanpa mengatakan apa pun. Kuyakini kali ini adalah tatapan kekecewaan. Seketika Kak Berlize berlari menjauh seraya memegang pipi bekas tamparan ayah.
"Berlize!"
Kak Sam berteriak memecah keheningan yang sempat tercipta. Sebelum menyusul Kak Berlize, kulihat Kak Sam menatap penuh amarah pada ayah.
Hiks hiks hiks.
Suara tangis Lissa menyadarkanku akan eksistensi si bungsu kami. Tanpa menunggu lagi, kupeluk Lissa yang menangis. Aku sama terkejutnya dengan Lissa. Ayah tidak pernah menyakiti kami. Dan kini ayah sudah menampar Kak Berlize.
Sulit dipercaya super hero kami melakukan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Heart [Completed]
Teen Fiction"Bagiku, rumah adalah tempat terindah di bumi dan ayah adalah kebanggaan kami." Bahagia? Tentu saja! Namun... ...semuanya begitu sempurna sebelum bunda menghilang secara tiba-tiba. Semuanya akan baik-baik saja jikalau ayah pulang tanpa membawa mere...