"Ayah ... tolong jawab pertanyaanku. Di mana bunda? Jawab, Ayah!"
Aku mengamuk dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti. Setelah pulang dari area pemakaman tadi, kami langsung menuju rumah lantaran ingin segera menemui ayah, menuntut jawaban pada ayah.
"Ayah ... aku mohon ...."
Isakanku semakin menjadi-jadi melihat ayah yang hanya diam setelah Abang Rey menjelaskan apa yang telah kami lihat di pemakaman tadi. Tanpa berniat untuk sekadar melihat keadaanku, tanpa menjawab pertanyaan yang kuajukan.
"Ayah!"
Bentakanku tak diacuhkan oleh ayah.
Ayah terus berjalan pergi ke lantai atas, membuatku segera mengejar ayah. Kudengar Abang Rey ikut berteriak padaku untuk berhati-hati menaiki anak tangga lantaran aku yang berlari melewatinya. Berusaha agar bisa cepat sampai di ruangan kerja yang dimasuki ayah barusan.
"Jika Claudi ingin mengetahui tentang bunda ... maka di sinilah semua jawabannya," ujar ayah dengan tangan yang menggenggam sebuah DVD, membuat dahiku mengernyit heran.
"Rey ... tolong putarkan rekaman video ini," titah ayah pada Abang Rey yang segera dilakukannya.
Layar tv di ruang kerja ayah lantas menampilkan seorang wanita paruh baya yang sedang terbaring lemah di ranjang sebuah rumah sakit dengan alat-alat medis yang melekat di tubuh wanita yang terlihat agak kurusan dari biasanya.
"Bunda ...."
Nadaku terdengar pilu dengan air mata yang kembali keluar menetes membasahi pipiku; antara rasa rindu dan khawatir yang telah menjadi satu.
"Hai, semuanya ...," sapa bunda dengan senyum yang mengembang paksa.
"Jika suatu saat kalian menonton video ini ... itu artinya bunda sudah pergi. Bukan atas keinginan bunda juga pastinya. Bunda harap kalian bisa memahaminya."
Kulihat bunda menghela napas sejenak sebelum melanjutkan kembali ucapannya.
"Bunda memutuskan untuk membuat video ini dikarenakan tidak bisa mengatakannya langsung pada kalian; Sam, Berlize, Claudi, dan Lissa. Maafkan bunda."
Terdapat jeda beberapa waktu lamanya.
"Satu hal yang perlu kalian ketahui adalah bunda sangat menyayangi kalian semua, amat mencintai kalian. Tolong jangan salahkan siapa pun atas kepergian bunda. Tidak ada yang patut disalahkan, semuanya memang atas kehendak Tuhan ... dan bunda yakin bahwasanya anak-anak bunda pasti sangat pintar untuk bisa memahaminya."
Perkataan bunda membuat rasa di hatiku semakin tak karuan.
"Teruntuk Sam; anak manja bunda. Jangan lupa menyiapkan tissue ketika menonton video ini, ya? Bunda tahu ... kau amat cengeng, Sam."
Ucapan bunda berhasil membuat tawa ringan kami terdengar.
"Dan untuk kembaran si cengeng; Berlize yang pintar memasak. Satu pesan khusus bunda untukmu, Sayang ... tolong jangan bosan menyiapkan masakan untuk ayah dan adik-adikmu, ya? Masakan rumah jauh lebih baik untuk mereka."
Tapi kini Kak Berlize juga tak berada di sini.
"Teristimewa untuk si pintar Claudi, bunda mengucapkan selamat ulang tahun ya, Sayang ... meski masih beberapa bulan lagi."
Ini adalah hadiah yang tak pernah kubayangkan di hari ulang tahunku.
"Terakhir untuk si bungsu keluarga kita ... hai, Lissa. Bunda harap kau selalu melatih kemampuanmu bermain piano itu ya, Sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Heart [Completed]
Teen Fiction"Bagiku, rumah adalah tempat terindah di bumi dan ayah adalah kebanggaan kami." Bahagia? Tentu saja! Namun... ...semuanya begitu sempurna sebelum bunda menghilang secara tiba-tiba. Semuanya akan baik-baik saja jikalau ayah pulang tanpa membawa mere...