9. Ayah

2.6K 181 0
                                    

Sehabis kegaduhan tadi, Lissa kupaksa makan walaupun aku sedikit kewalahan membujuknya. Dan sekarang dia sudah tertidur. Meninggalkanku dalam kesunyian. Hari sudah mulai malam. Namun, Kak Sam dan Kak Berlize masih belum pulang.

Apa mereka bisa menemukan bunda?

Hei, bukan tanpa sebab aku berpikir seperti itu. Ayah saja masih belum berhasil menemukan bunda padahal sudah bersama polisi dan anak buahnya. Lalu bagaimana dengan mereka yang hanya berdua?

Kugelengkan kepala seraya berucap dalam hati bahwa bunda akan segera ditemukan. Meskipun kemungkinannya sangat kecil. Kenapa? Karena jejak bunda sama sekali tidak bisa terdeteksi. Seakan bunda sudah ditelan bumi.

Tak lama kemudian, kudengar suara mobil di luar rumah. Mungkin saja itu mereka, bukan? Segera kubergegas turun ke bawah. Berharap mereka pulang bersama bunda. Meski dalam hati kecilku masih ada keraguan. Tapi aku tetap harus positive thinking, 'kan?

Kuturuni anak tangga satu persatu seraya jantungku yang makin berdegup tidak karuan. Entahlah! Rasanya aku benar-benar berharap bunda sudah ditemukan agar semuanya kembali normal.

Bunda?

Kak Berlize menggeleng menatapku yang baru selesai menuruni anak tangga.

Aku mengerti.

Harapanku pupus sudah. Bunda belum ditemukan. Dadaku sesak mengingat semuanya sudah berantakan. Dan segala macam umpatan tak mungkin kulontarkan. Mengingat entah siapa yang patut disalahkan di sini.

Tunggu!

Jika menghilangnya bunda tidak ada yang perlu disalahkan. Lantas kenapa ayah membawa mereka? Orang asing itu. Aku perlu mengetahui semuanya! Kenapa ayah menikah lagi?

Kak Sam berlalu meninggalkan aku dan Kak Berlize ke lantai atas. Mungkin ke kamarnya. Wajahnya lelah dan murung. Membuatku merasa kasihan. Kak Sam adalah anak yang periang dan manja pada bunda. Dan sekarang dia seperti orang tak punya semangat hidup.

Kak Berlize mendekatiku.

"Di mana Lissa?"

Ternyata dia menanyakan Lissa. Mungkin khawatir karena tidak melihatnya sedari pagi.

"Dia sudah tidur, Kak."

"Oh, syukurlah. Apa dia sudah makan? Kakak lupa membangunkannya tadi pagi."

"Sudah, Kak. Aku yang menemaninya makan tadi."

Kuputuskan untuk tidak memberitahu Kak Berlize kejadian tadi. Aku yakin jika aku memberitahunya, Kak Berlize akan marah. Sudah cukup! Lagipula aku ingin bicara pada ayah sekarang.

Kak Berlize pergi ke kamarnya setelah sedikit mencari informasi tentang keadaan rumah hari ini yang pastinya aku berbohong mengatakannya.

Maafkan aku, Kak. Ini demi kebaikan kakak.

Kutarik napas dalam-dalam sembari memikirkan apa aku harus menemui ayah sekarang. Kenapa terasa begitu sulit? Seakan-akan aku akan berbicara pada guru killer di sekolah.

Setelah lama bergelut dengan pikiranku sendiri, kuputuskan untuk melangkah menuju ruang kerja ayah. Biasanya ayah masih di sana.

Tanganku sudah terangkat untuk mengetuk pintu ruang kerja ayah. Tapi, kenapa susah sekali? Seakan-akan tanganku menolak sendiri. Kuurungkan menemui ayah malam ini.

Mungkin lebih baik besok?

Belum sempat aku membalikkan badan, pintu itu terbuka, menampilkan ayah yang kaget mendapatiku di depannya. Aku pun tak kalah terkejut melihat ayah muncul tiba-tiba. Tapi, untungnya aku bisa cepat menetralisirkan wajahku untuk kembali normal. Berbeda dengan jantungku yang sudah berdisko sejak melihat ayah.

Broken Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang