Aldian dan Kafi membawa Reisha untuk menemui Pak Darto. Sesampainya di sana, Pak Darto langsung membuka pintu setelah Aldian mengetuk. Pria paruh baya itu tersenyum tipis, tak menyangka jika Aldian sangat cepat menemukan partner yang mau diajak untuk melakukan ritual.
"Pak, saya sudah menemukan partner yang mau membaca mantra. Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" tanya Aldian, sesaat setelah Pak Darto mempersilahkannya untuk masuk.
"Pertama-tama, kamu sabar dulu. Hari belum gelap. Kita bicarakan semua ini baik-baik agar semuanya lancar," saran Pak Darto.
"Kita harus segera mengakhiri kutukan ini, Pak. Sebentar lagi ada penerimaan Mahasiswa baru. Nggak mungkin mereka tinggal di asrama seperti itu kan?"
"Nak, semuanya harus dipikirkan secara matang. Pertama-tama, kita tanya dulu Mbak ini." Pak Darto menujuk sopan ke arah Reisha. "Apakah dia mau melakukan ritual pembacaan mantra?"
"Ritual pembacaan mantra?" Dahi Reisha berkernyit, tak tahu menahu tentang mantra apa yang akan ia baca.
"Iya. Kita nanti malam akan melakukan ritual pembacaan mantra untuk melepaskan kutukan asrama dan kutukan yang melekat pada Redi," jelas Pak Darto.
"Tapi bukan ritual yang aneh-aneh kan?" tanya Reisha memastikan.
"Tidak. Mantra yang akan kamu bacakan sangat sederhana. Kamu tidak perlu khawatir," jawab Pak Darto.
"Hmm ...." Reisha mengangguk-angguk. Memikirkan pertanyaan apa lagi yang akan ia lontarkan.
"Nanti malam kita mulai ritualnya, kan, Pak?" tanya Aldian.
"Iya." Pak Darto mengangguk. "Lebih cepat lebih baik."
"Tapi ... nggak akan terjadi apa-apa sama saya, kan, Pak?" imbuh Reisha memastikan. Walaupun ia sangat mengidolakan Redi, tetap saja ia juga menyayangi nyawanya. Jangan sampai terjadi apa-apa pada dirinya.
"Tenang saja. Tidak akan terjadi apa-apa sama kamu. Selagi kamu menuruti apa yang saya perintahkan," kata Pak Darto mencoba menenangkan.
"Tapi ... kalau misalnya ritualnya nggak berhasil, gimana? Apa ada efek samping yang akan saya alami?" imbuh Reisha.
"Lo kok kebanyakan nanya sih!" tegur Aldian emosi.
"Sabar, Nak. Wajar jika Mbak Reisha banyak bertanya tentang ritual yang akan kita jalani. Apalagi kita baru saja kenal. Nggak semua orang mau dimintai tolong oleh orang yang baru saja kita kenal," ujar Pak Darto mencoba menenangkan.
Apa yang dikatakan Pak Darto ada benarnya juga. Meskipun Reisha terkesan cerewet di mata Aldian, tetap saja dia memiliki sisi positif yang tidak semua orang miliki.
Tak terasa malam pun tiba. Pak Darto, Aldian, dan Kafi menyiapkan barang-barang yang dibutuhkan untuk ritual tengah malam nanti. Di antaranya adalah HP untuk berkomunikasi, lampu senter, dan jas hujan untuk berjaga-jaga barangkali nanti akan turun hujan. Pak Darto memasukkannya dalam satu tas.
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan, Pak?" tanya Aldian.
"Kita harus berpencar," jawab Pak Darto singkat, padat, dan jelas.
"Ha? Berpencar?" Sontak Aldian, Kafi, dan Reisha terlonjak kaget.
"Ma ... maksudnya?" tanya Aldian yang masih tak mengerti.
"Iya. Maksud saya, kalian bertiga harus berpencar. Kafi di ruang bawah tanah, Aldian di hutan terlarang, sementara Reisha di kamar Stevi," jelas Pak Darto.
"Pak, jangan bilang kalau kita bertiga harus membaca mantra sendirian di ruangan seperti itu," tebak Kafi. Firasatnya sering kali benar terjadi.
"Iya. Memang ritualnya harus seperti itu," imbuh Pak Darto.
Seketika Aldian, Kafi, dan Reisha meneguk ludah secara bersamaan. Kaki mereka mendadak gemetar, mengingat mereka akan memasuki tempat-tempat angker sendirian dengan hanya berbekal penerangan yang sangat minim.
"Terus, Pak Darto di mana dong kalau kita bertiga cuma sendirian aja?" tanya Kafi. Ia berharap Pak Darto bisa menemaninya di ruang bawah tanah yang terbukti membuat Redi kehilangan kewarasan.
"Tentu saja saya akan bersama Aldian menuju hutan terlarang. Karena hanya orang-orang tertentu yang bisa keluar dari hutan terlarang itu. Setelah mengantar Aldian, saya akan pergi minimal satu kilometer dari tempat pembacaan mantra," jelas Pak Darto yang sukses membuat Kafi semakin merinding bukan main.
"Tunggu-tunggu! Jangan bilang kalau aku harus menunggu sendirian di kamar hantu Noni Belanda yang pernah dijelasin sama Kak Redi di konten youtube," kata Reisha.
"Iya." Pak Darto mengangguk.
"Aduuuh kok tiba-tiba aku takut ya " Reisha mengacak rambutnya yang tak terasa gatal.
"Udah, Rei. Nggak usah takut," kata Kafi.
"Kamu bilang gitu tapi kamu sendiri takut." Reisha menunjuk kaki Kafi yang terlihat sangat gemetaran.
"Tenang, Rei. Sudah ada Pak Darto. Asalkan kita menuruti apa yang beliau katakan, kita pasti akan baik-baik saja," ujar Aldian.
"Mana bisa tenang!" bentak Reisha. "Kita akan menghadapi hantu. Hantu lho ini!"
"Kan dari awal kita udah jelasin kalau kita mau memulihkan kondisi Redi dengan cara ritual." Aldian mengingatkan. "Dan lo setuju."
"Kita juga bakalan bayar lo meskipun ada resiko ritual ini nggak berhasil," kata Kafi.
"Aduuuh di satu sisi, gue pengin idola gue kembali hidup normal. Selain itu, sebenarnya gue juga butuh duit buat bayar kuliah. Biasanya gue nggak takut sama tempat-tempat sepi. Tapi kenapa kali ini gue tiba-tiba ngerasa takut?" batin Reisha.
"Gimana? Lo setuju kan?" tanya Aldian memastikan. Ia tak mau ada paksaan untuk ritual kali ini. Karena ia tak mau ada kesalahan sedikit pun.
"Aduuuh gue bener-bener butuh duit buat bayar uang kuliah. Gue juga butuh buat bayar kos-kosan. Tapi di atas itu semua, gue harus berhasil menyembuhkan Kak Redi. Karena Kak Redi adalah idolaku," pikir Reisha.
"Oke." Reisha mengangguk. Ia akhirnya memutuskan.
Setelah berunding cukup lama, akhirnya Kafi dan Reisha setuju tentang ritual pembacaan mantra itu. Mula-mula Pak Darto mengantarkan Reisha ke kamar Stephani Eleonora.
Tok tok
Pak Darto mengetuk pintu, walaupun pada kenyataannya tidak ada siapa pun di dalam sana.
"Kenapa Bapak pakek mengetuk pintu? Emangnya di dalam ada orang?" tanya Reisha keheranan.
"Tidak. Ini hanya sopan santun," timpal Pak Darto.
"Oooh." Reisha mengangguk paham.
Pak Darto mulai memilih kunci untuk membuka pintu. Namun, sebelum ia masuk, ia teringat tabiat Reisha yang sepertinya sulit untuk diatur. Membuat Pak Darto mengurungkan niatnya.
"Kenapa nggak masuk, Pak?" tanya Aldian heran. Ia ingin segera diantar ke hutan terlarang agar masalah ini cepat selesai.
"Pertama-tama, saya mau mengimbau Mbak Reisha agar tidak menyentuh apa pun yang ada di dalam kamar," imbau Pak Darto. "Siluman ular yang menguasai tubuh Stephani sangat mencintai semua barang-barang yang ada di dalam kamar. Dia tidak suka jika ada orang lain yang menyentuh barang-barangnya. Mengerti?"
"Mengerti." Reisha mengangguk paham.
![](https://img.wattpad.com/cover/206231202-288-k948589.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghuni Asrama
HorrorAldian bukan anak indigo yang bisa melihat "mereka". Tapi Aldian bisa merasakan ada sesuatu di asrama barunya. "Mereka" mengincarnya. "Mereka" menginginkannya masuk ke alam "mereka". Aldian menyimpulkan bahwa penghuni asrama bukan hanya manusia, ta...