Darto mengangguk paham setelah Stephani bercerita panjang lebar tentang bagaimana cara dia meninggal sehingga menjadi arwah gentayangan. Semua itu karena telah bersekutu dengan makhluk gaib.
"Di sini ada tiga tempat terlarang. Pertama, kamarku. Kedua, ruang bawah tanah. Dan yang ketiga adalah hutan terlarang. Tolong imbau pada semua orang yang mau tinggal di sini untuk menghindari tiga tempat itu," kata Stephani memperingatkan.
"Tunggu. Bukannya kamu hantu baik? Kenapa kamu menyuruh semua orang menjauhi kamarmu?" Darto bertanya-tanya.
"Kutukan iblis ular masih ada di dalam kamar itu. Dan itu membuatku menjadi jahat sewaktu-waktu."
"Oooh jadi seperti itu." Darto mengangguk paham.
"Kamu tenang saja. Iblis ular itu tidak bisa membunuhmu. Karena kamu telah dilindungi arwah leluhurmu."
Darto menyimpulkan ada tiga tempat terlarang yang benar-benar harus dijauhi. Jika tidak, maka ada korban-korban lagi yang tak bersalah.
Ceklek
Seorang perempuan membuka pintu kamar Darto. Dia, Lusi. Perempuan itu hanya membuka sedikit pintu kamar Darto dan hanya memperlihatkan sebagian mukanya.
"Apa ... aku boleh masuk?" tanya Lusi.
"B-boleh." Darto mengangguk.
Lusi melirik sebentar ke arah Stephani. Dia pun tersenyum tipis. Rupanya Darto juga memiliki kekuatan melihat makhluk astral.
"Kamu bisa melihat mereka?" tanya Lusi memastikan.
"Mereka?" mata Darto sedikit melebar.
"Maksudku ... Penghuni asrama yang tak kasat mata," kata Lusi menegaskan.
"I-iya."
"Aku juga bisa melihat mereka," ungkap Lusi.
"Ha? Kamu bisa melihat mereka?" Darto terperanjat kaget.
Lusi mengangguk. "Iya. Aku bisa melihat mereka."
"Jadi, kamu juga kenal Stephani, ya?"
"Iya. Dia yang memberi tahuku tentang seluk beluk asrama ini."
"Kalau kamu tahu bahwa di asrama ini banyak hantu, kenapa kamu masih mau bekerja di sini?"
"Karena aku ingin menjaga tempat ini."
"Kenapa?"
"Karena aku ingin menghilangkan kutukan di asrama ini agar tidak ada korban lagi. Cukup saudaraku saja. Jangan sampai ada korban lagi."
Lagi, Darto terperanjat. "Apa? Kutukan? Apa kutukan di asrama ini bisa dihilangkan?"
"Iya." Lusi duduk di kursi seraya menatap Darto dengan tatapan serius. "Tentu saja."
"Bagaimana caranya? Cepat katakan! Bagaimana?" tanya Darto ngotot. Dia ingin cepat-cepat menyelesaikan masalah di asrama itu, lalu pergi dan menjalani hidup normal seperti pemuda pada umumnya.
Lusi melihat ke arah Stephani. Matanya mengisyaratkan pada Stephani untuk menjelaskan bagaimana cara menghilangkan kutukan di asrama. Disahuti anggukan ringan oleh Stephani.
"Sebenarnya, ayahku membangun rumah ini tepat di atas salah satu titik hitam. Di daerah ini, ada tiga titik hitam yang tidak boleh dibangun rumah. Jika melanggar, maka satu keluarga akan terkena kesialan," jelas Stephani.
"Kena sial?" entah sudah keberapa kali Darto terlonjak kaget. "Lalu aku bagaimana? Aku sekarang tinggal di sini. Apa aku akan kena sial?"
"Aku bilang satu keluarga dalam satu rumah tangga. Jadi kamu tidak perlu khawatir."
Darto mengelus dadanya. Dia cukup lega setelah mendengarkan penjelasan Stephani.
"Tiga titik itu segitiga. Dan area di dalamnya di sebut hutan terlarang. Untuk menghilangkan kutukan itu, diperlukan dua perjaka dan satu perawan membaca mantra penyucian secara bersamaan," lanjut Stephani.
"Tapi ... dari mana kamu tahu cara penyucian seperti itu?" Darto bertanya-tanya..
"Aku dan Lusi sudah mencari tahu selama setahun terakhir tentang bagaimana cara menangkal kutukan di area segitiga terlarang. Kami bahkan menemui juru kunci terakhir, tepat sebelum ia meninggal."
"Baiklah. Di mana kita bisa menemukan dua perjaka dan satu perawan seperti yang kamu maksud."
Stephani tidak menjawab. Dia hanya menatap Darto.
"A-aku?" Darto menunjuk dirinya sendiri.
"Iya. Kamu dan Lusi. Sekarang kita hanya butuh satu orang lagi untuk memenuhi persyaratan mantra."
👻👻👻👻👻
Senin, 2 Maret 2020Maaf lama nggak update. Soalnya kalian tahu sendiri. Aku kerja dari pada sampai jam setengah tiga sore. Pulang udah kecapek'an. Ehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghuni Asrama
HorrorAldian bukan anak indigo yang bisa melihat "mereka". Tapi Aldian bisa merasakan ada sesuatu di asrama barunya. "Mereka" mengincarnya. "Mereka" menginginkannya masuk ke alam "mereka". Aldian menyimpulkan bahwa penghuni asrama bukan hanya manusia, ta...