Rafka menyorot lorong ruang bawah tanah, sesekali dia menyorot jeruji-jeruji besi yang di dalamnya terdapat beberapa alat penyiksaan. Di dalam sana terasa begitu lembab, gelap, juga mencekam. Jujur, rasa takut mulai membuat bulu kuduk Rafka berdiri.
Sarang laba-laba, debu, dan suara gemercik air menambah kesan menyeramkan. Rafka menelan ludah, terus menyorot setiap detail ruang bawah tanah. Hingga akhirnya langkah kaki Rafka terhenti ketika menjumpai lorong gelap itu bercabang.
"Gue harus ke mana nih? Ke kanan? Atau ... ke kiri?" Rafka menyorot lorong kanan, lalu lorong kiri. Keduanya gelap seolah tak berujung.
"Ya udahlah. Gue milih lorong kanan aja." Rafka mulai melangkah. Dia menjumpai beberapa barang-barang tak terpakai. Kursi ukir, meja, juga buku-buku lama berbahasa Belanda.
Suara derap langkah Rafka yang berpadu dengan suara gemercik air, membuat Rafka semakin merinding. Terlebih, saat baterai ponselnya melemah. Sorot senter mendadak mati.
Sssttt
Sekelebat bayangan melesat cepat dari belakang punggung Rafka, membuat Rafka spontan menoleh. Rafka merasa ada puluhan pasang mata yang mengintainya di balik kegelapan.
"Selamat datang di dunia kami." Suara lirih seorang perempuan terdengar berbisik, tepat di telinga Rafka.
Rafka berteriak, berlari sekuat tenaga menuju pintu keluar. Namun naas, kakinya tersandung barang-barang lama yang berserakan di atas lantai. Rafka segera berdiri kembali, berlari, lalu berusaha membuka pintu keluar.
"Tolooong! Tolooong! Tolooong!"
Pintu itu tertutup rapat. Berulang kali Rafka mencoba mendobraknya, tetap saja pintu itu tak bisa terbuka.
"Tolooong! Aldian, tolong buka pintunya!" Rafka tak berhenti menggedor pintu ruang bawah tanah yang ada di atas kepalanya.
Dengan sedikit bantuan cahaya layar ponsel yang menyala remang-remang, Rafka mengambil sebuah balok kayu, memukulkannya ke arah pintu. Sialnya, balok kayu itu malah patah karena lapuk.
"Gimana ini?" Rafka mulai kebingungan. Sesekali dia menengok ke belakang, takut barang kali suara wanita yang entah siapa mengikutinya.
"Tolooong! Tolooong! Tolooong!" Rafka masih belum jenuh berteriak.
Tidak ada siapa pun yang bisa mendengarnya karena ruang bawah tanah itu memang di desain kedap suara oleh pemilik rumah.
"Tolooong! Siapa pun tolong aku!" Rafka terus menggedor-gedor pintu. Tangan dan kakinya gemetar hebat, dahinya dibasahi keringat, sementara giginya menggigil ketakutan.
👻👻👻👻👻
Zaimatul Hurriyyah
Rabu, 25 Desember 2019

KAMU SEDANG MEMBACA
Penghuni Asrama
TerrorAldian bukan anak indigo yang bisa melihat "mereka". Tapi Aldian bisa merasakan ada sesuatu di asrama barunya. "Mereka" mengincarnya. "Mereka" menginginkannya masuk ke alam "mereka". Aldian menyimpulkan bahwa penghuni asrama bukan hanya manusia, ta...